Prospek Usaha Pengerajin Barong di Ponorogo
Oleh: Leidi Amelia Hasna, Mahasiswi Prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG-Kota Ponorogo dikenal dengan sebutan kota reog atau bumi reog. seni pertunjukan reog Ponorogo telah ada sejak zaman dahulu. Bahkan Reog Ponorogo telah dinyatakan sebagai Warisan Budaya Tak benda Indonesia pada tahun 2013. Kesenian Reog sebagai budaya asli Ponorogo dan perkembangannya sebagai aset daerah akan mempengaruhi kegiatan industri/kerajinan Reog karena mereka menghasilkan semua atribut Reog untuk tampilan yang mempesona. Pengrajin Reog sebagai salah satu UKM Ponorogo yang turut mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi pengangguran. Selain itu, para perajin Reog juga berperan sangat penting dalam kesenian Reog Ponorogo yang menyandang nama Ponorogo yang terkenal di kalangan masyarakat Indonesia maupun mancanegara. Dengan adanya Festival Reog nasional, hotel baru, pemilik restoran, pakaian, perumahan, jasa mulai bermunculan di Ponorogo, bank dan lembaga keuangan juga membuka kantor di Ponorogo, sehingga pertumbuhan ekonomi Ponorogo semakin pesat.
Lokasi usaha kerajinan reog ini tetersebar di berbagai kecamatan di Ponorogo, yang menurut peraturan Panitia Tata Usaha Ponorogo berarti setiap kecamatan bahkan setiap desa/kelurahan Ponorogo harus memiliki minimal satu reog, sehingga hampir setiap kecamatan kabupaten memiliki pengrajin reog. Pelopor kerajinan Reog adalah nenek moyang atau orang tua, sehingga profesi pengrajin dilanjutkan secara turun temurun.
Reog memiliki bahan baku utama yang mahal dan berasal dari hewan langka yaitu bulu burung dan bulu merak untuk burung merak dadakan sedangkan Barongan/Reog Kepala menggunakan bulu macan/macan sumatera asli yang membuat harganya menjadi mahal. Reyog terdiri dari dua bagian yaitu Dadak (merak) dan Caplokan (kepala harimau). Berikut ini adalah bagian-bagian dari proses pembuatan Reog:
- Ragangan
Yang pertama adalah proses pembuatan ragangan. Ragangan berbahan dasar dadak merak, bambu, rotan dan benang. Pertama membuat tulang rusuk dari bambu, dari bawah ke atas akan menjadi lebih kecil dan lebih tipis. Ini berguna untuk memungkinkan mereka membungkuk di bagian atas Reog. Selanjutnya bambu yang ada rusuknya dirajut dengan benang, sebelumnya bambu dibelah menjadi potongan-potongan kecil berukuran lidi dan panjang. Rajutan ini dilakukan dari bawah ke atas pada tulang rusuk. Setelah selesai, tinggal menghiasi dan merajut tepi rusuk dengan rotan, tidak hanya lebih cantik, tetapi juga memperkuatnya. Finishingnya berupa lukisan, biasanya bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih, hal ini melambangkan bahwa kita adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak ada negara lain yang dapat mengklaim kesenian asli Indonesia Ponorogo ini.
- Kepala Barongan
Harga kepala barongan berkisar antara 2 hingga 11 juta rupiah tergantung dari kualitas motif dan ukuran kulit kepala harimau itu sendiri. Yang harganya 2 sampai 5 juta adalah warna rendah sampai sedang, sedangkan 6 sampai 11 juta dari sedang sampai besar. Pembuatan kepala barongan yang pertama terdiri dari pemahatan mulut dari kayu dadap yang ringan dan kuat agar pemain Reog tidak keberatan menggigitnya serta awet dan tahan lama (tidak rapuh), kemudian pemasangan bagian atas caplokan menggunakan bahan mancung (bagian dari pohon kelapa). Setelah itu pemasangan kulit kepala harimau dan ditunggu 2-3 hari sehingga sampai kering dan maksimal kualitasnya. Bahan (bagian kayu kelapa), setelah memasang bulu kepala macan, harap tunggu 2-3 hari agar kering dan berkualitas tinggi. Sentuhan terakhir adalah pengecatan bagian mulut barong.
Salah seorang perajin Reog Ponorogo, yakni Bapak Bonaryanto warga desa Sumoroto, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, mengaku penjualan perlengkapan seni Reog Ponorogo setiap minggu rata-rata mencapai Rp75 juta per minggu. Dalam proses produksi barongan, Bonaryanto memiliki 5 karyawan tetap dan beberapa karyawan tidak tetap. Barongan dibandol dengan harga yang lumayan mahal, dikarenakan bahan baku nya yang susah didapat. Dhadak merak dan barongan yang kepalanya asli dari kulit kepala harimau harganya Rp25 juta. Sedangkan untuk kepala barongan menggunakan kulit badan harimau antara Rp15 juta hingga Rp17 juta. Secara umum, produksi barongan sesuai dengan target penjualan karena sebagian besar perajin memproduksi sesuai pesanan. Hal ini sangat menguntungkan pengrajin sehingga keuntungannya tinggi. Sementara jika ada produk yang tidak terjual, akan dijadikan sampel di toko, showroom atau display. Produksi lebih banyak dilakukan musim sebelum Festival Reog Nasional diadakan di Ponorogo, menjelang Grebeg Suro yaitu acara tahunan sakral hari jadi Ponorogo, dan menjelang Lebaran hari raya idul Fitri
Daerah penjualan pengrajin Reog Ponorogo tidak hanya lokal saja, tetapi juga bisa menjual produk kerajinan Reog secara nasional yaitu di Indonesia bahkan mancanegara seperti Malaysia, Arab, Hongkong, Norwegia dan Amerika. Secara umum permasalahan UKM seperti memasarkan produk yang tidak/cacat dalam strategi pemasaran tidak berlaku bagi pengrajin reog, terbukti pengrajin reog dapat menjual produknya secara internasional. Permasalahan utama para pengrajin adalah kesulitannya memperoleh bahan utama pembuatan barong. Bahan baku yang digunakan untuk membuat kerajinan Reog berasal dari bahan baku kulit binatang asli, sehingga didatangkan dari luar Ponorogo bahkan dari luar negeri seperti India. (*)
Penulis: Leidi Amelia Hasna NIM 202110180311078, artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah ESDM (Ekonomi Sumber Daya Manusia), Dosen Pengampu Drs, Afrida Boedirochminarni, MS.