Multikultural Dalam Masyarakat Plural di Kota Singkawang Kalbar
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG-Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan beragam salah satunya terdiri dari beragam macam etnis, ras, budaya yang tersebar diberbagai pulau di Nusantara. Keberagaman etnis dan budaya membuat bangsa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang menjadikan bangsa Indonesia cenderung terbuka terhadap pendatang dan perubahan. Menghargai perbedaan sangat mendorong komunikasi antar budaya. Komunikasi antarbudaya yang berlangsung efektif dapat melahirkan sikap menerima, toleransi dan menghargai budaya lain yang akan membangun hubungan harmonis diantara masyarakat dengan latar belakang budaya yang berbeda.
Kota Singkawang adalah daerah yang multi etnis. Etnis yang ada di kota Singkawang di antaranya adalah Etnis Tioghoa, Melayu, Dayak, Jawa, Madura dan lain-lain. Kota ini didominasi pleh etnis Tioghoa sehingga dijuluki sebagai “Kota Seribu Kelenteng” karena banyak berdiri kelenteng yang merupakan tempat ibadah etnis Tionghoa. Keanekaragaman etnisitas di kota Singkawang otomatis juga akan berdampak pada keanekaragaman budayanya. Kota Singkawang terdapat banyak budaya unik yang mewarnai kota salah satunya budaya Etnis Tionghoa. Kedatangan Etnis Tionghoa di Singkawang selain membawa kepercayaan mereka juga hadir dengan berbagai macam tradisi yang masih terus mereka lestarikan, salah satunya adalah perayaan Cap Go Meh.
Cap Go Meh pada tahun baru Imlek muncul karena dari tradisi masyarakat Tiongkok yang dianggap sebagai ungkapan rasa syukur kepada Yang Maha Kuasa atas hasil panen dan sekaligus harapan agar musim berikutnya memperoleh hasil yang lebih baik. Puncak acara Imlek atau Cap Go Meh adalah untuk menangkal gangguan atau kesialan di masa mendatang. Pengusiran roh-roh jahat dan peniadaan kesialan dalam Cap Go Meh disimbolkan dalam pertunjukan “Tatung”.Tatung adalah media utama Cap Go Meh. Atraksi Tatung dipenuhi dengan mistis dan menegangkan, karena banyak orang yang akan “kesurupan” oleh roh-roh yang dalam kepercayaan orang.
Pawai tatung memiliki sisi ritual religi yang cukup kental dan mencerminkan pembauran kepercayaan Taoisme kuno dengan animisme lokal yang hanya terdapat di Kota Singkawang. Persiapan dan pelaksanaan pawai Tatung dilakukan oleh semua warga Kota Singkawang tanpa memandang agama dan suku, baik yang beragama Islam, Kristen, konghucu atau kepercayaan lainya, semuanya secara sukarela membantu mensukseskan perayaan Tatung. Mereka saling berbagi tugas, saling gotong royong, dan menghargai perbedaaan merupakan bentuk toleransi yang tetap terpelihatra secara harmonis. Tercermin dari hampir seluruh masyarakat di Kota Singkawang berpartisipasi dalam perayaan tersebut. Ada yang berperan sebagai panitia, ada yang mengambil peran dalam acara pembukaan yaitu etnis Melayu dan Dayak dengan manampilkan tarian Melayu dan tarian Dayak. Selain itu, Keragaman dan persatuan masyarakat juga terlihat dari peserta dan tamu yang melibatkan organisasi kemasyarakatan dari berbagai etnis di Kota Singkawang antara lain dari Majelis Adat Budaya Melayu (MABM) dan Dewan Adat Dayak (DAD)
Dalam arak- arakan Tatung terlihat beberapa orang laki-laki menandu tatung. Para lakilaki itu disebut pemandu Tatung yang berasal dari etnis Dayak dan Melayu, mereka juga menjadi pemain Barongsai serta pembawa alat music yang mengiringi atraksi Tatung. Tujuan mereka adalah untuk menciptakan toleransi. Dengan bergotong royong untuk kelancaran acara. Perayaan Tatung memperlihatkan potensi yang ada di masyarakat dan mengandung nilai- nilai budaya leluhur. Nilai yang tertuang seperti toleransi, religi, menghargai perbedaan dan lainya.
Pawai Tatung merupakan gambaran jelas masyarakat pluralis serta kerukunan umat beragama dan etnis di kota Singkawang. Acara ini telah menjadi agenda tahunan yang selalu diselenggarakan oleh etnis Tionghoa dengan bekerjasama dengan pemerintah kota. Selain etnis Tionghoa, etnis lain yaitu Dayak sering mengadakan upacara “Naik Dango” setelah panen padi sedangkan etnis Melayu mengelar upacara “Saprahan” sebagai wujud rasaa syukur kepada Tuhan atas berkah yang diberikaan. (*)