Jaran Bodhag Sebagai Kesenian Pendhalungan Probolinggo
penulis : Lufi Aida Haryani, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang prodi Ekonomi Pembangunan. Tulisan ini dibuat untuk pemenuhan tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang diampu oleh Ibu Arfida BR.,Dra., M.S.
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG- Jaran Bodhag merupakan salah satu kesenian tradisional yang ada di Probolinggo Jawa Timur. Dalam Bahasa Jawa, jaran berarti kuda dan bodhag berarti wadah. Kesenian Jaran Bodhag yang menggunakan bodhag untuk membentuk tubuh kuda ini menjadikan kesenian ini berbeda dengan kesenian jaranan pada umumnya.
Lahirnya kesenian Jaran Bodhag ini karena keterbatasan ekonomi masyarakat pinggiran yang ingin melihat seni pertunjukkan yang pada waktu itu sedang populer marak dikalangan masyarakat yakni kesenian Jaran Kencak. Pada waktu itu masyarakat tidak mampu untuk memiliki atau menyewa kuda untuk kesenian jaran kencak tersebut, sehingga masyarakat kala itu berinisiatif untuk menciptakan kesenia tiruan, yakni yang dinamakan Jaran Bodhag dimana diciptakan dengan bahan sederhana dan mudah didapatkan. Tiruan kuda ini dibuat dari batang kayu yang dibentuk menyerupai kepala kuda hingga leher. Kemudian leher kuda itu disambungkan dengan berbagai pelengkap berupa aksesoris seperti layaknya acara pada Jaran Kencak. Dalam penampilannya, Jaran Bodhag dilakukan oleh dua orang pembawa Jaran Bodhag, serta dua orang jenis penari pengiring atau penunggang Jaran Bodhag. Penunggang kuda itu seolah-olah menaiki kuda dengan berjalan dan berdiri dengan kaki sendiri, sehingga dari kejauhan tampak menyerupai pagelaran Jaran Kencak.
Kesenian ini disuguhkan berupa arak-arakan di jalan dan di halaman rumah dengan diiringi lagu musik tradisional gamelan yang terdiri dari kenong telo, gong, kendang, tambur, saron dan sronen (seruling Madura). Tembang-tembang tradisional mengiringi kesenian Jaran Bodhag, dengan para seniman yang memakai pakaian gemerlap dan unik. Adapun penampilan Jaran Bodhag tidak terlepas dari sesajen. Ada dua jenis sesajen, yaitu sesajen untuk tuan rumah dan sesajen untuk pemain, gamelan dan pengantin. Sesajen untuk tuan rumah berupa berbagai barang-barang yang diikat pada tali dan masing-masing ujung tali diikat pada tiang. Barang tersebut digantung di depan pentas yang nantinya digunakan untuk pertunjukkan. Pada saat pertunjukkan Jaran Bodhag, barang-barang itu akan dijadikan sebuah lagu yang berbentuk pantun kemudian sesajen untuk pemain, gamelan, dan pengantin biasanya berupa kelapa, beras putih, ayam mentah dan hidup, dua tandan pisang, jajan tujuh rupa, sirih, pinang, gula, kopi, cengkeh, tembakau, santan, kemenyan dan lain sebagainya.
Jaran Bodhag awalnya merupakan kesenian tradisional untuk hajatan, seperti ketika mengadakan khitanan untuk anaknya, pernikahan dan acara hajatan lainnya. Namun lambat laun stereotip Jaran Bodhag sebagai kesenian hajatan mulai mengalami perubahan menjadi kesenian ikon. Kesenian tradisional yang awalnya hanya dipentaskan ketika seseorang memiliki hajatan kini mulai berubah menjadi kesenian yang dapat dikatakan sebagai pemersatu masyarakat. Tidak dapat dipastikan dimana dan siapa yang menciptakan kesenian Jaran Bodhag ini. Konon, Jaran Bodhag sudah ada sejak Kerajaan Majapahit tetapi beberapa sumber lain mengatakan bahwa Jaran Bodhag mulai muncul awal kemerdekaan Indonesia. Namun pada awal tahun 2000-an, kesenian ini mulai mendapat perhatian dari pemerintah daerah. Pemerintah juga melakukan upaya untuk melestarikan kesenian Jaran Bodhag ini dengan diadakannya acara yang menampilkan kesenian lokal dan festival yang diadakan setiap tahunnya yakni festival Pendhalungan. Akhirnya pemerintah menjadikan Jaran Bodhag sebagai ikon kesenian Kota Probolinggo sampai sekarang ini. Selain itu juga Jaran Bodhag sudah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2014 silam.(*)