Cian Cui, Ciri Khas Perayaan Imlek di Selatpanjang
Oleh : Nurul Syahidah
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG-Terdapat kebiasaan unik untuk merayakan Hari Imlek di Selatpanjang, Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, yakni Festival Cian Cui. Festival ini merupakan suatu bentuk terima kasih etnis Tionghoa terhadap saudara-saudara mereka etnis lain, maka setiap Imlek digelar sebuah tradisi unik yaitu pertempuran air yang melibatkan seluruh penduduk di Selatpanjang. Nama Cian Ciu atau dalam bahasa Hokkien berarti perang air. Kegiatan ini selalu ditunggu oleh masyarakat dari segala lapisan usia karena dilakukan dengan suka cita. Tradisi perang air tidak dikenal di kawasan lain di Indonesia yang banyak dihuni oleh etnis Tionghoa, misalnya di Pontianak, Singkawang, Palembang, Pangkal Pinang, Medan, Binjai, Semarang, dan Jakarta sekali pun.
Cian Cui adalah tradisi imlek yang dilakukan dengan siram-siraman dengan becak motor dan kendaraan bermotor lainnya atau menyiram dari tepi jalan. Festival ini diadakan selama 6 hari berturut-turut oleh seluruh masyarakat selatpanjang yang turut memeriahkan peristiwa Perang Air (Cian Cui). Mereka yang terlibat Perang Air di Selatpanjang tak mengenal usia, dan tidak mengenal etnis, hanya saja pada saat ini lebih ramai dilakukan etnis Tionghoa. Awalnya, tradisi perang air ini terjadi karena kebiasaan warga Tionghoa yang mengunjungi kerabatnya menggunakan becak. Sebagaimana anak-anak, mereka senang bermain perang-perangan air menggunakan pistol air di jamannya. Setiap berpapasan antara becak satu dengan becak lainnya, anak akan saling menembakkan pistol airnya satu dengan lainnya.
Kemudian selang beberapa tahun, akhirnya kegiatan ini pun menjadi budaya yang dikenal dengan Festival Perang Air atau Cian Cui. Ditandai dengan adanya aturan dan rute yang ditetapkan oleh pemerintah setempat. Membuat Festival ini menjadi lebih terorganisir dengan adanya personel kepolisian yang berjaga di sudut jalan. Dimana rute yang telah ditetapkan melewati Jalan Kartini, Jalan Imam Bonjol, Jalan Ahmad Yani, Jalan Tebingtinggi, dan Jalan Diponegoro. Kemudian, disampaikannya lagi, dalam perang air 2023, kendaraan yang dibolehkan hanya roda dua (sepeda motor) dan roda tiga (becak dan bajaj). Sedangkan roda empat, mobil atau pun pick up, tidak dibenarkan. Dan juga tidak dibenarkan menggunakan air kemasan, air berwarna, air kotor dan senjata rakitan yang dibuat menggunakan paralon. Pelarangan ini dibuat demi kebersihan dan faktor keselamatan peserta perang air.
Helat tahunan ini dipandang unik dan di dunia hanya dilaksanakan di dua negara, yakni di Thailand dengan sebutan Songkran yang mayoritas beragama Buddha dan biasa diadakan saat April, dan di Indonesia persisnya di Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang dikenal dengan Cian Cui atau Festival Perang Air. Oleh harena itu, festival ini pun kerap menjadi magnet bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Meranti saat adanya perang air yang berlangsung sejak Imlek. Sehingga Tradisi ini masuk daftar agenda wisata Provinsi Riau dan kini menjadi aset wisata Meranti. Dan pernah meraih Anugerah Pesona Indonesia pada tahun 2018.
Penanda dimulainya acara yang dimulai dari jam 16.00 tersebut ditandai denengan lewatnya rombongan beberapa becak motor (bentor) roda tiga berisi 2-3 orang sambil membawa tandon atau ember besar berisi air seukuran 100 liter. Ketika rombongan ini lewat di kerumunan warga yang telah menunggu di tepi jalan, maka atraksi pun dimulai, show time! and byurrr! Tak ada raut wajah marah atau kesal dari setiap orang yang ada di atraksi ini. Sebaliknya, setiap orang yang mengikuti dan melihat tertawa riang, saling melepas canda sambil menyiramkan air, baik memakai gayung atau disemprotkan dengan wadah pistol air. Tua-muda, laki-perempuan, semua larut dalam kebahagiaan dari tradisi unik di Selatpanjang. Demikian, tanda berakhirnya Tradisi ini disaat sebelum berkumandangnya azan magrib. (*)