Gender Ketenagakerjaan di Sektor Perkantoran
Artikel oleh: Moch. Rivaldo, Mahasiswi Prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG– Pada saat ini di Indonesia perkembangan ketenagakerjaan juga menghadirkan masalah, khususnya tenaga kerja wanita pada era sekarang terus meningkat dan semakin kompleks mengikuti perkembangan zaman. Saat ini perkembagan ketenagakerjaan mengalami pergeseran nilai dan tata kehidupan, untuk itu pengawasan ketenaga kerjaan dituntut untuk mampu mengambil langkah antisipatis serta mampu menampung segala perkembangan yang terjadi.
Topik pembahasan yang penulis akan jelaskan disini merupakan kesetaraan gender, karena pembahasan ini sering menjadi topic pembahasan ketenagakerjaan yang ada di Indonesia. Kenapa hal ini bisa terjadi, karena adanya perbedaan perlakuan anatara pekerja pria dengan wanita, bahkan seringkali pekerja perempuan dituding tidak dapat memberikan hasil yang maksimal bagi perusahaan atau bahkan dikatakan membebani perusahaan. Berbicara mengenai pekerja wanita, tentunya tidak dapat dipungkiri dari sudut pandang sisologi bahwa kedudukan perempuan tidak sama dengan pria. Secara tidak langsung hal ini terdoktrin di lingkungan perkantoran, mengakibatkan kedudukan perempuan seolah-olah dinomorduakan. Budaya yang kurang menghargai wanita ini juga terdapat dalam dunia kerja. Sering wanita mendapatkan perlakuan yang kurang manusiawi dan haknya sering tak diperhatikan oleh perusahaan, hal ini tentu merugikan hak asasi yang di dapatkan oleh wanita. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya wanita memliki perbedaan jika dibandingkan pekerja pria, contohnya pekerja wanita membutuhkan cuti saat dia menggandung atau disediakan fasilitas menyusui sedangkan pekerja pria tidak. Akan tetapi, perusahaan juga membutuhkan pekerja pria maupun pekerja wanita. Pekerja wanita memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh pekerja pria, demikian juga sebaliknya. Alangkah baiknya tidak ada perbedaan perlakuan antara pekerja wanita dengan pekerja pria oleh perusahaan.
Kesimpulan yang bisa penulis ambil dari pembahasan diatas, kesejangan gender khususnya dibidang ketenagakerjaan masih terjadi, baik di negara maju ataupun negara perkembang. Tarjadinya kesejangan gender di dunia kerja ini dapat dipengaruhi oleh institusi pemberi kerja maupun dipengaruhi oleh sosial dan budaya. Kesenjangan gender yang dipengaruhi oleh institusi karena masih beranggapan bahwa tingkat pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki pekerja wanita lebih rendah dari pada pria, pekerjaan tertentu yang dianggap kurang layak dimasuki oleh pekerja wanita, serta anggapan yang masih sering melekat bahwa wanita kurang produktif ketimbang pria. Dan ada juga pengaruh kesenjangan gender akibat kultur disuatu keluarga yang masih menganut konsep bahwa wanita itu bertugas untuk mengasuh anak dan keluarga jauh lebih penting dibandingkan bekerja mencari nafkah, pola asuh orang tua kepada anak wanitanya juga akan berpengaruh untuk tidak masuk dalam dunia kerja.
Saran untuk kesenjangan gender ketenagakerjaan di sektor perkantoran yaitu: pertama, memprioritaskan adanya penegakan hukum yang berlaku dengan kesetaraan gender di perkantoran serta memberikan sanksi terhadap pelanggar peraturan. Kedua memperkuat system pengawasan agar dengan mengupayakan meningkatkan jumlah, kapasitas maupun kompetensi tenaga pengawas agar dapat melakukan penegakan hukum dan pemberian sanksi terhadap deskriminasi. Ketiga, mengupayakan perkindungan sosial yang lebih baik untuk pekerja wanita disektor informal yang lebih rentan terhadap pelanggaran kesetaraan gender. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada khususnya Ibu Dra. Arfrida Boedirochminarni, M.S. selaku dosen pengampu mata kuliah ESDM dan Ketenagakerjaan.
Oleh: – Moch. Rivaldo, artikel ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan dengan dosen pengampu Dra. Arfida BR, M.S. (*)