Problematika Struktur Umur dan Jam Kerja Ketenagakerjaan
oleh: Sasmila Nova Herlianda, Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG-Masalah mengenai ketenegakerjaan sampai saat ini masih menjadi fokus utama bagi setiap negara, khususnya bagi negara yang berkembang. Indonesia yang termasuk sebagai negara berkembang juga mengalami permasalahan tersebut. Adanya struktur umur dan jam kerja pada ketenagakerjaan menjadi acuan agar masalah pada ketenagakerjaan bisa dihindari.
Ketenagakerjaan sendiri merupakan tenaga kerja yang mengacu pada pekerjaan sebelum, selama, dan setelah masa kerja. Tenaga kerja merupakan orang yang bisa bekerja dan dapat menghasilkan barang/ jasa yang bisa bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain. Adapun hal yang diatur pada ketenagakerjaan, yaitu struktur umur dan jam kerja.
Faktor umur pada tenaga kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hasil dari pekerjaan yang dilakukan. Hal ini, dapat kita lihat pada golongan pelopor yang memiliki usia antara 25-40 tahun. Dikatakan sebagai golongan pelopor karena berpikiran maju, memiliki pengetahuan yang luas dan selalu ingin tahu, serta memiliki produktivitas yang tinggi. Adapun UU No. 20 Tahun 1999 Pasal 3 ayat 1 yang meyatakan bahwa usia minimum yang diperbolehkan bekerja adalah 18 tahun dimana pekerjaan yang diperbolehkan tidak membahayakan kesehatan, keselamatan, dan moral generasi muda. Dimana hal tersebut memiliki arti bahwa usia berpengaruh terhadap hukum tenaga kerja, dimana seseorang yang memiliki usia dibawah 18 tahun tidak diperbolehkan bekerja.
Jam kerja merupakan waktu yang telah ditentukan untuk melakukan pekerjaan. Jam kerja bisa berbeda tergantung pekerjaan yang dilakukan. Pada sektor swasta jam kerja telah ditentukan sesuai dengan peraturan pada UU No. 13 tahun 2003 pasal 77-85 yang menyatakan bahwa setiap pengusaha wajib untuk menaati ketentuan jam kerja. Ketentuan tersebut telah diatur menggunakan 2 sistem, yaitu :
- 7 jam kerja dalam sehari/ 40 jam kerja dalam seminggu untuk 6 hari kerja dalam seminggu, dan
- 8 jam kerja dalam sehari/ 40 jam kerja dalam seminggu untuk 5 hari kerja dalam seminggu.
Kedua sistem diatas memiliki Batasan waktu bekerja dalam seminggu. Apabila para pekerja bekerja melebihi jam kerja diatas maka pekerja tersebut berhak untuk mendpatkan upah lembur. Namun, peraturan itu tidak berlaku pada pekerjaan tertentu atau sektor usaha yang misalnya bergerak pada bidang pengeboran minyak, dan bidang transportasi (sopir angkutan jarak jauh, penerbangan jarak jauh, dsb).
Adanya pembatasan umur pada ketenagakerjaan menjadi sebuah solusi untuk melindungi anak-anak dibawah umur yang terpaksa harus bekerja. Pada saat ini, anak yang berusia 10-14 tahun di Indonesia mulai banyak yang melakukan pekerjaan untuk membantu penghasilan kedua orang tuanya. Hal tersebut, sebenarnya sudah diatur pada UU No. 13 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan. Praktek penerapan peraturan tersebut jika dilihat cukup sulit, karena anak-anak dibawah umur yang memilih bekerja pasti terpaksa karena keadaan ekonomi yang kurang mendukung. Untuk itu, dalam melindungi anak-anak dibawah usia kerja maka bagi perusahaan atau siapapun yang memperkejakan anak-anak pada perkerjaan terburuk akan diberikan sanksi berupa sanksi pidana dan administratif. Hal itu, didukung dengan peraturan pada pasal 183 No. pasal 190 UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.
Adapun permasalahan jam kerja pada ketenagakerjaan. Banyak perusahaan yang telah menerapkan peraturan jam kerja sesuai aturan yang telah ditetapkan pemerintah, namun tak sedikit pula perusahaan yang melanggar aturan tersebut. Pada penjelasan di atas, telah dijelaskan bahwa perusahaan dapat memberika jam kerja selama 40 jam dalam seminggu, dan selebihnya bisa dihitung sebagai waktu lembur dimana para pekerja berhak mendapatkan upah lembur. Akan tetapi, tidak sedikit perusahaan yang melanggar peraturan pemerintah dengan melakukan kecurangan terhadap karyawannya.
Dalam mengatasi permsalah tersebut, pemerintah mengeluarkan pearturan dimana perusahan yang tidak memenuhi kewajibannya dalam membayarkan hak/upah lembur untuk para pekerjanya, akan mendapatkan sanksi pidana paling sedikit 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda peling sedikit sebesar sepuluh juta rupiah dan paling banyak sebesar seratus juta rupiah. Hal tersebut telah diatur pada peraturan UU Cipta Kerja pasal 187 ayat (1).
Permasalahan mengenai sturuktur umur dan jam kerja pada ketenagakerjaan dapat diatasi sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Adanya turut canpur pemerintah dalam mengatur hak dan kewajiban perusahaan dan karyawan, menjadi upaya yang tepat agar hak dan kewajiban masing-masih pihak bisa seimbang.
Ucapan terimakasih penulis kepada Ibu Dra. Arfida Boedirochminarni, M. S., selaku Dosen pengampu mata kuliah ESDM dan Ketenagakerjaan yang telah memberikan tugas artikel mengenai problematika struktur umur dan jam kerja pada ketenagakerjaan. (*)