Mewujudkan Visi Ekonomi Kerakyatan Hatta di Era Society 5.0
Penulis: Muhammad Syahrullah. SR, mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah, Universitas Muhammadiyah Malang
DI TENGAH pesatnya perkembangan teknologi dan transformasi digital menuju Society 5.0, Indonesia dihadapkan pada tantangan untuk tetap menjaga semangat ekonomi kerakyatan yang digagas oleh Mohammad Hatta. Visi ekonomi kerakyatan yang menekankan pada kesejahteraan bersama dan pemerataan ekonomi kini berhadapan dengan disrupsi teknologi yang mengubah lanskap perekonomian secara fundamental. Bagaimana kita dapat mengintegrasikan prinsip-prinsip ekonomi kerakyatan Hatta dengan inovasi teknologi Society 5.0 untuk menciptakan model pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan?
Ekonomi kerakyatan yang digagas Hatta berlandaskan pada prinsip gotong royong dan koperasi, yang bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan bersama dan mengurangi kesenjangan ekonomi. Di sisi lain, Society 5.0 menawarkan integrasi ruang fisik dan siber untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi. Tantangannya adalah bagaimana memadukan kedua konsep ini untuk menciptakan model ekonomi yang tidak hanya efisien dan inovatif, tetapi juga inklusif dan berkeadilan.
Data terkini menunjukkan bahwa Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat kemiskinan di Indonesia pada September 2023 mencapai 9,36%, atau sekitar 25,71 juta orang. Meskipun angka ini menunjukkan penurunan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, kesenjangan ekonomi masih menjadi isu yang signifikan. Indeks Gini, yang mengukur ketimpangan pendapatan, tercatat sebesar 0,384 pada September 2023, menunjukkan bahwa distribusi pendapatan di Indonesia masih belum merata.
Di sisi lain, perkembangan teknologi digital di Indonesia menunjukkan tren yang positif. Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite, pada tahun 2023, penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7% dari total populasi, dengan 204,7 juta pengguna internet. Hal ini menunjukkan potensi besar untuk mengintegrasikan teknologi digital dalam upaya mewujudkan ekonomi kerakyatan.
Namun, tantangan utama dalam mengintegrasikan ekonomi kerakyatan dengan Society 5.0 adalah kesenjangan digital yang masih terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Menurut data Kementerian Komunikasi dan Informatika, pada tahun 2023, masih terdapat sekitar 12.500 desa yang belum terjangkau jaringan 4G. Kesenjangan ini berpotensi memperlebar ketimpangan ekonomi jika tidak ditangani dengan tepat.
Untuk mewujudkan visi ekonomi kerakyatan Hatta di era Society 5.0, diperlukan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Berikut beberapa langkah konkret yang dapat diambil:
- Pengembangan Infrastruktur Digital yang Merata
Pemerintah perlu mempercepat pembangunan infrastruktur digital, terutama di daerah-daerah terpencil dan tertinggal. Program Palapa Ring yang telah diluncurkan pemerintah perlu diperluas dan diperkuat untuk memastikan akses internet yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, kolaborasi dengan sektor swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP) dapat mempercepat pembangunan infrastruktur digital.
- Penguatan Koperasi Digital
Koperasi sebagai salah satu pilar ekonomi kerakyatan perlu bertransformasi mengikuti perkembangan teknologi. Pengembangan platform koperasi digital dapat memfasilitasi anggota koperasi untuk memasarkan produk mereka secara online, mengakses pembiayaan digital, dan meningkatkan efisiensi operasional. Contoh sukses seperti Koperasi Digital Indonesia Mandiri (KDIM) yang telah berhasil mengintegrasikan teknologi blockchain untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi koperasi dapat dijadikan model untuk replikasi di skala yang lebih luas.
- Peningkatan Literasi Digital dan Keuangan
Program peningkatan literasi digital dan keuangan perlu diperluas, terutama bagi UMKM dan masyarakat pedesaan. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta dapat menghasilkan program pelatihan yang komprehensif dan berkelanjutan. Misalnya, program Literasi Digital Nasional yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika perlu diperkuat dengan modul-modul khusus tentang ekonomi digital dan keuangan inklusif.
- Pengembangan Ekosistem Startup Berbasis Ekonomi Kerakyatan
Mendorong pertumbuhan startup yang fokus pada solusi teknologi untuk masalah-masalah sosial dan ekonomi di tingkat akar rumput. Program inkubasi dan akselerasi khusus untuk startup dengan misi sosial dapat dikembangkan, dengan dukungan dari pemerintah dan investor impact. Contoh sukses seperti Amartha, platform peer-to-peer lending yang fokus pada pemberdayaan perempuan di pedesaan, menunjukkan potensi besar dari model bisnis yang menggabungkan teknologi dengan misi sosial.
- Implementasi Blockchain untuk Transparansi dan Efisiensi
Teknologi blockchain dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi dalam berbagai sektor ekonomi kerakyatan. Misalnya, implementasi blockchain dalam rantai pasok pertanian dapat membantu petani mendapatkan harga yang lebih adil dan mengurangi peran tengkulak. Proyek percontohan seperti yang dilakukan oleh Hara Token di sektor pertanian Indonesia menunjukkan potensi teknologi ini dalam meningkatkan kesejahteraan petani.
- Pengembangan Platform Crowdfunding Nasional
Membangun platform crowdfunding nasional yang memfasilitasi pendanaan untuk proyek-proyek berbasis komunitas dan UMKM. Platform ini dapat menjembatani gap pembiayaan yang sering dihadapi oleh usaha kecil dan menengah, sekaligus mempromosikan semangat gotong royong dalam bentuk modern. Kolaborasi dengan fintech dan bank-bank nasional dapat memperkuat ekosistem pendanaan ini.
- Revitalisasi BUMDes Melalui Teknologi
Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai motor penggerak ekonomi desa perlu direvitalisasi dengan mengadopsi teknologi digital. Pengembangan aplikasi manajemen BUMDes yang terintegrasi dapat meningkatkan efisiensi operasional dan transparansi. Selain itu, pelatihan digital marketing untuk pengelola BUMDes dapat membantu memasarkan produk-produk desa ke pasar yang lebih luas.
- Pengembangan Smart Village
Konsep Smart Village yang mengintegrasikan teknologi digital dalam berbagai aspek kehidupan desa perlu dikembangkan lebih lanjut. Ini mencakup implementasi Internet of Things (IoT) untuk pertanian presisi, sistem informasi desa berbasis aplikasi, hingga telemedicine untuk meningkatkan akses layanan kesehatan di daerah terpencil. Program percontohan Smart Village yang telah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia, seperti di Desa Cihideung, Jawa Barat, dapat dijadikan model untuk replikasi di skala nasional.
- Penguatan Ekonomi Sirkular Berbasis Teknologi
Mendorong pengembangan model ekonomi sirkular yang memanfaatkan teknologi digital untuk optimalisasi penggunaan sumber daya dan pengurangan limbah. Ini dapat mencakup platform berbagi ekonomi untuk alat-alat pertanian, aplikasi untuk mengurangi food waste, hingga marketplace untuk produk daur ulang. Inisiatif seperti Gringgo di Bali, yang menggunakan teknologi AI untuk mengoptimalkan pengelolaan sampah, menunjukkan potensi integrasi teknologi dalam ekonomi sirkular.
- Pengembangan Digital Identity untuk Inklusi Keuangan
Implementasi sistem identitas digital nasional yang aman dan terdesentralisasi dapat mempercepat inklusi keuangan, terutama bagi masyarakat yang selama ini tidak terjangkau layanan perbankan formal. Sistem ini dapat memfasilitasi akses ke layanan keuangan digital, bantuan pemerintah, hingga partisipasi dalam ekonomi digital secara lebih luas.
Implementasi strategi-strategi di atas sejalan dengan beberapa poin dalam Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya:
- SDG 1 (No Poverty): Melalui peningkatan akses terhadap layanan keuangan dan peluang ekonomi digital.
- SDG 8 (Decent Work and Economic Growth): Dengan menciptakan peluang kerja baru dalam ekonomi digital dan meningkatkan produktivitas UMKM.
- SDG 9 (Industry, Innovation, and Infrastructure): Melalui pengembangan infrastruktur digital dan mendorong inovasi teknologi.
- SDG 10 (Reduced Inequalities): Dengan mengurangi kesenjangan digital dan ekonomi antar daerah.
- SDG 11 (Sustainable Cities and Communities): Melalui pengembangan konsep Smart Village dan revitalisasi ekonomi desa.
- SDG 17 (Partnerships for the Goals): Dengan mendorong kolaborasi multi-stakeholder dalam implementasi ekonomi kerakyatan berbasis teknologi.
Tantangan dalam mewujudkan visi ini tentu tidak sedikit. Resistensi terhadap perubahan, keterbatasan sumber daya, dan kompleksitas regulasi adalah beberapa hambatan yang perlu diatasi. Namun, dengan komitmen yang kuat dari seluruh pemangku kepentingan dan pendekatan yang adaptif, integrasi ekonomi kerakyatan dengan Society 5.0 bukan hanya mungkin, tetapi juga sangat diperlukan untuk memastikan pembangunan ekonomi Indonesia yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam menghadapi era Society 5.0, Indonesia memiliki kesempatan unik untuk menciptakan model pembangunan ekonomi yang menggabungkan kearifan lokal dengan inovasi global. Visi ekonomi kerakyatan Hatta yang menekankan pada kesejahteraan bersama dan pemerataan ekonomi tetap relevan dan bahkan semakin penting di era digital. Dengan memanfaatkan teknologi secara bijak dan inklusif, kita dapat menciptakan ekosistem ekonomi yang tidak hanya efisien dan inovatif, tetapi juga berkeadilan dan berkelanjutan.
Implementasi strategi-strategi yang telah diuraikan di atas membutuhkan kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil. Pemerintah perlu berperan sebagai fasilitator dan regulator yang menciptakan lingkungan yang kondusif untuk inovasi dan pertumbuhan ekonomi inklusif. Sektor swasta, terutama perusahaan teknologi dan startup, dapat berkontribusi melalui inovasi dan investasi dalam solusi-solusi yang berdampak sosial. Akademisi berperan penting dalam riset dan pengembangan teknologi yang sesuai dengan konteks lokal, sementara masyarakat sipil dapat memastikan bahwa suara dan kebutuhan masyarakat akar rumput terakomodasi dalam proses transformasi digital.
Lebih jauh, pendekatan bottom-up yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan implementasi program-program ekonomi digital sangat penting. Ini tidak hanya akan memastikan bahwa solusi yang dikembangkan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat, tetapi juga membangun rasa kepemilikan dan keberlanjutan program dalam jangka panjang.
Dalam konteks global, Indonesia juga memiliki kesempatan untuk menjadi model bagi negara berkembang lainnya dalam mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan teknologi modern untuk pembangunan ekonomi. Keberhasilan Indonesia dalam mewujudkan visi ini dapat menjadi contoh nyata bagaimana negara dengan keragaman geografis dan sosial-budaya dapat memanfaatkan teknologi untuk mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.
Pada akhirnya, mewujudkan visi ekonomi kerakyatan Hatta di era Society 5.0 bukan hanya tentang adopsi teknologi, tetapi juga tentang transformasi mindset dan budaya. Ini membutuhkan komitmen jangka panjang, fleksibilitas dalam menghadapi perubahan, dan keberanian untuk berinovasi sambil tetap memegang teguh nilai-nilai kebersamaan dan keadilan sosial. Dengan pendekatan yang tepat, Indonesia dapat menciptakan model ekonomi digital yang tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga kaya akan nilai-nilai kemanusiaan dan kearifan lokal. (*)