Merdeka Belajar Dan Keteladanan
Oleh : drh. Puguh Wiji Pamungkas, MM, Presiden Nusantara Gilang Gemilang, Founder RSU Wajak Husada
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG-“Selama tiga tahun terakhir, perubahan besar terjadi disekitar kita, dimana-mana, dari ujung barat sampai ujung timur Indonesia. Sebanyak 24 episode merdeka belajar yang sudah diluncurkan membawa kita semakin dekat dengan cita-cita luhur Ki Hajar Dewantara, yaitu pendidikan yang menuntun bakat, minta, dan potensi peserta didik agar mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya sebagai seorang manusia dan sebagai masyarakat. Anak-anak sekarang bisa belajar dengan lebih tenang karena aktivitas pembelajaran mereka dinilai secara holistik oleh gurunya sendiri. Para kepala sekolah dan kepala daerah yang dulunya kesulita memonitor kualitas pendidikannya sekarang dapat menggunakan data assement nasional di platform rapor pendidikan untuk melakukan perbaikan kualitas layanan pendidikan”, salah satu kutipan isi pidato Mendikbud Nadiem Makarim dalam situs resmi Kemendikbud RI menyambut hari pendidikan nasional 2 mei 2023.
Berbicara tentang kualitas sebuah bangsa memang tidak akan bisa terlepas dari seberapa berkualitas Sumber Daya Manusia yang ada didalamnya, dan berbicara tentang kualitas Sumber Daya Manusia sebuah bangsa tidak akan bisa terlepas dari seberapa berkualitas pola pendidikan yang ada disebuah bangsa.
Sebut saja Jepang misalnya, Negara yang seakan tidak memiliki masa depan pasca dijatuhkannya bom atom oleh sekutu pada tahun 1945 di Hiroshima dan Nagasaki ini melakukan repormasi total dalam pendidikannya dalam segala aspek kehidupan. Jepang berbenah dengan cepat, mengkonsep narasi kehidupan berbangsa baru dengan fundamental dan menyeluruh. Salah satunya dengan melibatkan agama untuk menanamkan nilai-nilai fundamental dalam kehidupan. Agama dijadikan sebagai intrumen untuk menanamkan “karakter” sejak dini melalui pendidikn formal dan non formal.
Bangsa Jepang menganut filsafat bahwa manusia dapat diubah keadaan dan sifatnya melalui usaha orang lain atau usaha sendiri. Mereka tidak percaya bahwa manusia sudah sejak semula ditetapkan dalam keadaan tertentu yang tidak dapat diubah atau berubah. Dengan filsafat tersebut bangsa Jepang sangat mengutamakan pendidikan, termasuk pendidikan karakter.
Doutoku-Kyouiko adalah istilah pemebelajaran moral yang diberikan melalui sekolah sejak jenjang SD hingga setingkat SMA, dan melalui doutku-kyoiku inilah tercipta karakter bangsa Jepang yang kita kenal sebagai bangsa yang khas dengan karakter disiplin, ulet, jujur, pekerja keras, bertoleransi tinggi, yang pada akhirnya mengantarkan Jepang menjadi negara maju dengan industri dan teknologi yang mereka miliki.
Menurut berbagai sumber literatur, kandungan pendidikan moral yang diimplementasikan di Jepang terbagi menjadi empat bagian ; Pertama, regarding self, meliputi: moderation (pengerjaan mandiri), diligence (bekerja keras secara mandiri), courage (pengejaan sesuatu secara benar dengan keberanian), sincerity (bekerja dengan ketulusan), freedom and order (nilai kebebasan dan kedisiplinan), self-improvement (pemahaman terhadap diri sendiri), love for truth (mencintai dan mencari kebenaran).
Kedua, relation to others, meliputi: courtesy (pemahaman terhadap tata sopan santun), consideration and kindness (memperhatikan kepentingan orang lain, baik hati, dan empati), friendship (memahami, dan menolong orang lain), thank and respect (menghargai dan menghormati orang-orang yang telah berjasa kepada kita), modesty (menghargai orang lain yang berbeda ide dan status).
Ketiga relation to the nature and the sublime, meliputi: respect for nature (mengenal dan cinta alam), respect for life (menghargai kehidupan dan makhluk hidup), sesthetic sensitivity (memiliki sensitivitas estetika dan perasaan), nobility (mempercayai kekuatan serta menemukan kebahagiaan sebagai manusia).
Keempat relation to group and society, meliputi: public duty (menjaga janji dan menjalankan kewajiban dalam masyarakat), justice (jujur dan tak berpihak tanpa diskriminasi, prejudice dan keadilan), group participation and responsibility (keinginan untuk berpartisipasi sebagai grup, menyadari perannya dengan bekerja sama), industry (memahami makna bekerja keras, dan keinginan untuk bekerja), respect for family members (mencintai dan menghormati guru dan orang di sekolah/kampus), contribution to society (menyadari kedudukannya dalam masyarakat setempat), respect for tradition and love of nation (tertarik kepada budaya dan tradisi bangsa, mencintai bangsa), respect for other culture (menghargai budaya asing dan manusianya).
Menariknya semua aspek pendidikan moral diatas diajarkan secara holistik oleh sang guru dengan memberikan contoh dan keteladanan, misalkan dalam pelajaran Seiketsu atau life skill anak-anak diajari cara menyebrang, adab bersama naik kereta dimana guru juga bersama naik kereta dan mempraktekannya serta menyampaikan kasus pelanggaran dan mengajak siswa untuk mendiskusikan pemecahannya.
Keteladanan adalah benang merah dari “moral clarity” yang terbentuk pada Sumber Daya Manusia disebuah bangsa, dan perilaku-perilaku “amoral” yang terjadi merupakan residu dari tidak adanya keteladanan yang mumpuni yang dihadirkan oleh lingkungan dimana mereka berada.
Keteladanan akan melahirkan kepercayaan, dan kepercayaan merupakan modal dasar bagi sebuah bangsa untuk melahirkan generasi gemilang berkualitas yang dapat memberikan dampak signifikan bagi keberlangsungan bangsa.
Wajar dan lumrah jika anak-anak memodeling bapak atau ibunya, karena dalam lingkungan terkecil bapak dan ibunyalah orang yang paling layak mereka teladani, dia percayai dan akhirnya dia ikuti apa yang dikerjakan (modelling). Maka wajar juga kalau kasus korupsi semakin hari semakin banyak, karena bisa jadi mereka memodelling para Wakil rakyat, Bupati dan Walikota, Gubernur dan pejabat negara yang lain juga melakukan hal yang serupa (Menurut sumber dari KPK ada 2.173 laporan korupsi di semester 1 tahun 2022).
Kalau anda seorang pejabat berilah keteladanan, kalau anda seorang ulama jagalah berilah keteladanan, kalau anda orang tua berilah keteladanan, kalau anda seorang ustadz berilah keteladanan, kalau anda seorang guru berilah keteladanan, kalau anda seorang pegiat sosial berilah keteladanan, kalau anda seorang pimpinan organisasi berilah keteladanan, kalau anda seorang pimpinan Parpol atau pejabat parpol, berilah keteladanan, kalau anda seorang pegawai berilah keteladanan. Apapun profesi anda, berilah keteladanan, karena kita harus menjadi lilin yang memilih menerangi meskipun cahayanya kecil, daripada menjadi kobaran Api yang baranya merusak dan memporak porandakan segalanya. Keberhasilan model pendidikan “merdeka belajar” yang sudah digagas oleh Kemendikbud hanya akan menjadi layar berkembang yang tidak bisa menggerakan kapal, apabila pendidikan moral berupa keteladanan tidak diberikan, pertontonkan dan disimulasikan oleh siapa saja yang sepatutnya memberikan keteladanan. (*)