Mengurai Macet di Kota Malang
Penulis: drh. H. Puguh Wiji Pamungkas, MM, Presiden Nusantara Gilang Gemilang, Founder RSU Wajak Husada
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG– Seiring dengan pertumbuhan sebuah kota, bertambahnya jumlah penduduk, majunya perekonomian dan naiknya taraf kehidupan masyarakat serta pendidikan yang semakin maju, salah satu dampak bagi sebuah kota adalah munculnya kemacetan dimana-mana. Tidak terlepas Kota Malang, sebagai kota yang memiliki kurang lebih 62 kampus dengan jumlah mahasiswa hampir 330 ribu tentu menambah level keparahan kemacetan yang terjadi.
Terlebih Kota Malang selain sebagai “urban city”, ia merupakan tempat perlintasan diantara Kabupaten Malang dan Kota Batu yang notabene menjadi daerah tujuan wisata. Ada ribuan bahkan puluhan ribu kendaraan yang masuk melintasi Kota Malang saat waktu-waktu tertentu terutama jelang weekend, yang tentu situasi ini memperparah kemacetan yang terjadi di Kota Malang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Malang tahun 2022, jumlah sepeda motor tercatat ada 283.581 unit pada 2021 dan naik menjadi 348.960 unit pada 2022. Sedangkan total kendaraan roda empat dan kendaraan besar lainnya sebanyak 78.127 unit pada 2021. Naik menjadi 89.559 kendaraan pada 2022. Jumlah kendaraan truk tercatat 4.777 pada tahun 2021, naik menjadi 15.395 pada tahun 2022. Jumlah bus tercatat 793 unit pada tahun 2021 naik menjadi 872 bus pada tahun 2022.
Menurut data dari sumber yang sama, jumlah penduduk Kota Malang pada 2023 sebanyak 846.130 jiwa. Jumlah penduduk yang terus bertambah, meningkatnya jumlah mahasiswa yang belajar di Kota Malang dan potensi ekonomi, wisata dan budaya yang terus bertumbuh di Kota Malang menjadi salah satu faktor bagi tingginya jumlah “trafic” kendaraan, yang tentu hal itu menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan di kota ini. Apalagi, bertembahnya jumlah kendaraan tersebut tidak diimbangi dengan penambahan ruas jalan yang ada.
Total ruas jalan di Kota Malang kurang lebih sebanyak 2.960 ruas dengan panjang mencapai 1.027.112,20 meter. Karena kapasitas jalan tak mampu mengimbangi jumlah kendaraan itulah jadi salah satu faktor penyebab kemacetan.
Mengutip situs resmi Inrix, sebuah perusahaan analis transportasi yang bermarkas di Washington, masyarakat Indonesia rata-rata menghabiskan waktu sia-sia di jalan (terjebak macet) sampai 47 jam dalam satu tahun. Namun, ini masih lebih baik dibanding negara tetangga Thailand, yang menempati posisi pertama negara termacet, bukan hanya di Asia, melainkan juga di seluruh dunia. Di Thailand, rata-rata pengemudi mobil membuang waktu di jalan mencapai 61 jam per tahunnya. Kemudian, yang juga ada di urutan kedua, ada Kolombia, yang catatan waktu rata-ratanya sama dengan Indonesia, di angka 47 jam. Di posisi keempat, sama-sama ditempati oleh Rusia dan Amerika Serikat dengan waktu yang dihabiskan mencapai 42 jam. Sementara itu, di urutan kelima, ada Venezuela, yakni di angka 39 jam per tahunnya untuk setiap pengemudi.
Kemacetan akan selalu menjadi ancaman bagi kota-kota berkembang seperti Malang, pertumbuhan jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi, industri dan wisata tentu akan menjadi penyumbang level keparahan kemacetan di kota-kota berkembang. Malang sebagai pusat pendidikan, jalur wisata dan potensi ekonomi serta budaya yang ada menjadi ancaman serius terkait dengan tingkat kemacetan yang berpeluang terjadi. Ruas-ruas jalan yang tidak mungkin bertambah karena padatnya pemukiman juga menjadi salah satu faktor yang harus difikirkan secara seksama tentang strategi terbaik untuk mengurai kemacetan ini.
Berkaca dari negara-negara maju dan berkembang dalam mengatasi kemacetannya, setidaknya ada 3 hal yang bisa dilakukan agar potensi Kota Malang sebagai kota maju dan berkembang tidak tereduksi dengan potensi keparahan kemacetan yang terjadi.
Pertama, Adanya transportasi publik yang memadai. Penggunaan transportasi publik oleh masyarakat adalah perihal yang tidak bisa ditawar lagi dalam mengatasi kemacetan di sebuah kota. Transportasi publik yang memadai adalah
Doktrinasi seperti diatas tentu harus diimbangi dengan penyiapan infrastruktur transportasi publik yang memadai, nyaman, modern dan mengakomodir seluruh lapisan masyarakat. Sehingga masyarakat akan lebih memilih menggunakan transportasi publik karena adanya jaminan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu.
Kedua, adanya Daya dukung kebijakan dan infrastruktur yang memadai dari pemerintah. Ruas jalan di Kota Malang yang itu-itu saja, baik jumlahnya ataupun dimensinya, mau tidak mau menuntut pemerintah untuk berfikir secara serius untuk melakukan inovasi dalam mengurai kemacetan. Grand design jalur lalu lintas di Kota Malang yang komprehensif, inovatif, ramah lingkungan dan adaptif menjadi ramuan yang harus di siapkan.
Ketiga, Membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya menggunakan transportasi publik. Di Inggris misalnya, untuk mendorong masyarakatnya menggunakan trasnportasi publik pemerintah membuat kebijakan “ride sharing” dan pengenaan tarif masuk jalur macet. Ride sharing adalah doktrin bagi masyarakat agar mereka lebih memilih memiliki kendaraan cukup satu dirumah, dan bergantian dalam memakainya. Di Jepang bahkan pelajaran “life skill” menggunakan transportasi publik seperti kereta api, bus dan angkutan umum yang lainnya sudah di ajarkan sejak jenjang pendidikan paling bawah selevel TK. Para guru mengajak anal-anak untuk menggunakan transportasi publik, mengajarkan mereka budaya antri, sopan santun dan saling menghormati antar sesama.
Selain itu pengenaan tarif yang mahal saat masuk jalur macet juga menjadi salah satu jurus ampuh yang dilakukan Inggris untuk mengubah behaviour masyarakat dalam menggunakan kendaraan pribadinya. Kota Malang sangat berpotensi untuk menjadi kota maju dan kota pintar (smart city) dengan segudang potensi yang dimilikinya, dan hal ini menjadi tugas kita bersama. Mengurai kemacetan merupakan salah satu jalan keluar sekaligus indikator bagi perkembangan dan kemajuan kota tercinta ini. (*)