Mengenal Down Syndrome
Oleh: dr. Annisa’ Hasanah Sp.A, M.Si, dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG– Down syndrome adalah suatu penyakit yang terkait dengan kelainan kromosom. Kromoson yang ini diberi nama Kromosom nomor 21. Down syndrome juga disebut sebagai penyakit wajah sedunia, sebab wajahnya yang mirip-mirip. Beberapa perilaku anak down syndrome memang terlihat lebih hiperaktif. Selain itu terdapat beberapa ciri fisik anak down syndrome yang dapat kita lihat, yaitu memiliki telinga yang lebih kecil dan lebih rendah, bentuk kepala belakang lebih rata, jarak antar mata yang jauh, mata terbelalak dan hidung yang pesek.
“Mulut yang terlihat lebih kecil, lidah lebih tebal dan pendek, leher lebar dan pendek, kaki tangan dan jari yang pendek, serta jarak antara jempol dengan jari kaki lainnya yang jauh juga merupakan ciri fisik lainnya. Selain itu, anak down syndrome hanya memiliki satu garis pada telapak tangannya, hal ini sebut sebagai simian crease,” ujar dosen Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), dr. Annisa’ Hasanah Sp.A, M.Si.
Annisa, panggilan akrabnya menambahkan, pengidap down syndrome biasanya memiliki kelainan atau gangguan seperti gangguan pendengaran, ganguan jantung bocor, penyakit jantung bawaan, gangguan pernafasan, hingga gangguan pencernaan. Untuk mengetahui berbagai hal tersebut, harus dilakukan screening pada anak.
“Penyakit ini tidak dapat disembuhkan sebab terkait dengan kromosom atau genetik. Namun, gejala-gejala yang ada bisa ditangani dengan lebih cepat jika kita mengetahuinya lebih awal,” ucapnya.
Anak down syndrome mungkin memang akan mengalami keterlambatan dalam berbicara dan berkembang. Namun, bukan berarti mereka tidak pintar. Annisa mengatakan bahwa mereka juga bisa diajari bermain musik, belajar seperti anak-anak pada umumnya. “Jika ditangani dan di terapi dengan tepat, maka kemampuannya dapat di optimalkan,” tegasnya.
Menurut Annisa, tidak ada terapi khusus untuk anak down syndrome. Namun penanganan anak down syndrome ini harus holistik atau melibatkan banyak orang. Mulai dari orang tua, keluarga besar, dokter, hingga psikolog. Lalu yang tidak kalah penting adalah komunitas down syndrome. Pada komunitas ini, orang tua bisa bergabung dan saling sharing sehingga mereka tidak merasa sendiri.
“Kita juga butuh dokter rehabilitas medis karena anak ini harus di fisioterapi sebab adanya keterlambatan bicara. Jadi, benar-benar banyak bidang keilmuan yang terlibat dalam penanganan anak down syndrome ini,” ucapnya.
Terdapat tiga jenis down syndrome, yaitu trisomi reguler, mozaik, dan translokasi. Trisomi reguler yang paling sering terjadi, bahkan mencapai 94% dari total populasi yang mengalai down syndrome. Tetapi, secara gejala hingga penanganannya tidak ada yang berbeda.
Annisa menganjurkan para ibu untuk melakukan sreening, utamanya pada masa-masa sebelum hamil dan pada saat kehamilan. Ketika telah terdeteksi lebih awal, maka dokter anak bisa langsung melakukan penanganan yang sesuai. “Tujuan screening itu kan agar tidak ada keterlambatan dalam penanganan. Semisal ada jantung bocor ataupun gangguan pendengaran, bisa segera ditangani,” pungkas Annisa mengakhiri. (humas umm)