Bagaimana Pasar Ekspor Pasir Laut Pada Kebijakan Pemerintah Indonesia
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG-Pasar ekspor pasir laut Indonesia merujuk pada perdagangan pasir laut yang diekspor ke negara lain. Hingga saat ini Indonesia adalah salah satu produsen dan eksportir pasir laut terbesar di dunia dengan persentase kontribusi sebesar 43 % dari total ekspor barang-barang lainnya. Pasir laut Indonesia sangat diminati di pasar internasional karena kualitasnya yang baik dan ketersediaan yang melimpah. Pasir laut digunakan dalam berbagai industri, terutama konstruksi, sebagai bahan utama dalam produksi beton, semen, dan bahan bangunan lainnya. Pasir laut juga digunakan dalam industri pembuatan kaca, pembuatan keramik, reklamasi pantai, dan proyek-proyek konstruksi besar lainnya. Sayangnya, baru baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai pengelolaan ekspor pasir laut keluar negeri.
Pasar ekspor pasir laut di Indonesia menjadi sorotan perdebatan dan kontroversi setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut. Kebijakan ini mengatur kembali pembukaan ekspor pasir laut, yang telah dilarang selama dua dekade. Sementara pemerintah berargumen bahwa langkah ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan reklamasi dalam negeri dan menjaga keberlanjutan ekologi, banyak pihak yang mengkritiknya karena kurang didasari oleh kajian yang matang dan berpotensi merugikan lingkungan serta masyarakat pesisir. Koordinator Nasional
Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan, mengkritik PP Nomor 26 Tahun 2023 karena dinilai tidak merujuk pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kurang memiliki landasan penyusunan yang kuat dalam hal prinsip dasar dan tujuan bagi lingkungan dan ekosistem laut. Proses penyusunan PP juga disorot karena tidak melibatkan tahapan kajian lengkap dan transparan yang dapat diakses oleh publik. Selain itu, data potensi hasil sedimentasi laut yang dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dianggap tidak didasari oleh survei, penelitian, dan laporan ilmiah yang memadai. Para ahli juga mengungkapkan keprihatinan mereka terhadap dampak ekspor pasir laut yang meliputi kerusakan ekosistem pesisir dan laut, serta potensi gangguan terhadap kehidupan nelayan dan penduduk pesisir. Keberlanjutan ekosistem mangrove dan padang lamun, yang memiliki peran penting dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, juga menjadi perhatian utama.
Melihat kekisruhan yang terjadi pemerintah berpendapat bahwa pemanfaatan pasir laut untuk kebutuhan reklamasi di dalam negeri diperlukan guna memenuhi kebutuhan pembangunan dan memprioritaskan keberlanjutan ekologi serta kepentingan negara. Dipertegas oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan reklamasi di dalam negeri dengan memprioritaskan keberlanjutan ekologi dan kepentingan negara. Pemanfaatan pasir sedimentasi sebagai alternatif pengganti pasir dari pulau-pulau dianggap sebagai solusi yang tepat. Terlihat dari data ekspor bulanan data BPS 2023 bahwa terjadi penurunan ekspor pada bulan Maret ke bulan April, dimana bulan maret sebesar $23.415.993.725,52 menjadi $19.284.075.116,77 di bulan April dengan berat ekspor yang menurut (dalam kg) sebesar kurang lebih 7.772.143.240,04 kg.
Pemerintah mengakui terjadinya peningkatan ekspor pada bulan Februari ke bulan Maret sejumlah $2.094.718.230,54 bukanlah dari hasil penambahan ekspor pasir laut. Adanya elakan pemerintah bahwa sebagian besar ekspor jatuh pada bahan pangan dan kebutuhan primer bukan pada hasil sedimentasi pasir laut atau pertambangan lainnya.
Walau demikian masih banyak pihak mengkritik keputusan pemerintah karena kurangnya dukungan data dan bukti ilmiah yang meyakinkan dalam penyusunan kebijakan tersebut. Mereka menekankan perlunya melibatkan survei, penelitian, dan laporan ilmiah yang komprehensif guna memahami potensi cadangan, sebaran, dan deposit sedimentasi laut, serta masalah, risiko, informasi ekologi, dan prospek ekonomi terkait eksploitasi pasir laut. Kritik juga ditujukan kepada pemerintah karena membuka kembali ekspor pasir laut setelah sebelumnya melarangnya selama dua dekade. Aktivis lingkungan dan beberapa media asing mempertanyakan manfaat langsung yang diperoleh oleh Singapura dari kebijakan ini, mengingat Singapura merupakan salah satu negara tujuan utama ekspor pasir laut Indonesia.
RUJUKAN
https://www.republika.id/posts/41504/kebijakan-ekspor-pasir-laut-terus-tuai-penolakan diakses pada 24 Juni 2023
https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2023/06/03/kebijakan-ekspor-pasir-laut-dinilai-rapuh diakses pada 24 Juni 2023
https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/44816/t/Martin+Manurung%3A+Kebijakan+Ekspor+Pasir+Laut+Lebih+Banyak+Risiko+Negatif diakses pada 24 Juni 2023
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut
Wulandari, N. A. (2022). Perlindungan Hukum Nelayan Kecil Terhadap Penambangan Pasir Laut Di Perairan Spermonde Sulawesi Selatan (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).