Analisis Pengaruh Ekspor Terhadap Nilai Tukar Di Indonesia
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG-Ekonomi terbuka adalah ekonomi di mana negara-negara terlibat dalam perdagangan internasional (ekspor dan impor barang, jasa, dan modal). Ada aliran barang dan jasa dari satu negara ke negara lain dalam perekonomian terbuka. Nilai tukar mata uang domestik harus dijaga terhadap nilai tukar mata uang asing agar tidak mengganggu iklim investasi dan sektor riil. Negara-negara dengan nilai tukar yang lemah kemungkinan besar akan menanggung beban krisis ekonomi global. Akibatnya, nilai tukar harus dijaga.
Penjualan komoditas ke luar negeri dengan menggunakan mekanisme pembayaran, kualitas, kuantitas, dan syarat penjualan lainnya yang disetujui oleh eksportir dan importir disebut ekspor. Secara umum, proses ekspor adalah tindakan pengangkutan barang atau komoditas dari satu negara ke negara lain. Secara umum, perdagangan skala besar dalam ekspor produk memerlukan tindakan kepabeanan baik di negara pengirim maupun penerima. Ekspor adalah aspek utama perdagangan internasional, dan dampaknya terhadap perdagangan internasional dan perkembangan ekonomi suatu negara sangat signifikan. Hal ini disebabkan tidak semua negara memiliki potensi sumber daya alam atau energi yang sama; beberapa negara kaya akan sumber daya tertentu tetapi kekurangan sumber daya lain untuk peradaban. Sementara setiap negara membutuhkan berbagai jenis sumber daya untuk berfungsi.
Ekspor berpotensi mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing. Peningkatan ekspor merupakan masuknya mata uang asing ke suatu negara, baik melalui pertukaran produk maupun jasa, sehingga menyebabkan jumlah mata uang asing di negara tersebut meningkat. Pertumbuhan valuta asing di suatu negara menyebabkan mata uang asli terapresiasi terhadap mata uang asing. Apresiasi rupiah merupakan peningkatan nilai tukar nasional relatif terhadap mata uang internasional. Kondisi ini memungkinkan terjadinya pembelian uang luar negeri secara besar-besaran. Apresiasi rupiah akan membuat barang-barang impor menjadi lebih murah sehingga meningkatkan jumlah impor.
Kurs mata uang dan jumlah uang beredar keduanya berdampak pada pertumbuhan ekspor. Nilai tukar suatu negara mempengaruhi pertumbuhan ekspor. Nilai tukar yang lebih besar menyebabkan ekspor suatu negara turun. Hal ini disebabkan harga barang dalam negeri lebih mahal daripada barang impor. Dan sebaliknya. Nilai tukar mata uang adalah pengaruh yang signifikan dalam lalu lintas komersial global. Ketidakseimbangan global diakibatkan oleh asimetri dalam sistem nilai tukar, dengan negara-negara industri umumnya menerapkan sistem nilai tukar mengambang murni setelah runtuhnya sistem Bretton Woods pada tahun 1971. Sementara itu, banyak negara pasar berkembang terus menggunakan sistem floating terkendali. Banyak negara berkembang menggunakan sistem ini untuk menjadikan ekspor sebagai sumber pertumbuhan. Akibatnya, jika nilai tukar berfluktuasi, nilai ekspor akan berubah.
Perubahan nilai tukar mempengaruhi pergerakan uang yang beredar. Ketika mata uang terapresiasi, jumlah uang beredar berkurang; ketika mata uang terdepresiasi, jumlah uang beredar meningkat. Karena harga barang dan jasa tetap stabil, lebih mudah bagi eksportir untuk menilai biaya pembuatan barang ekspor mereka ketika nilai tukar rupiah stabil. Ketika nilai tukar melemah, maka akan memicu adanya inflasi. Harga – harga barang akan meningkat terutama produk ekspor, sehingga para peng ekspor harus merogoh kocek yang besar untuk membeli barang yang ingin di ekspor.
Pada penelitian ini ekspor secara simultan berpengaruh terhadap nilai tukar. dimana ekspor memengaruhi nilai tukar secara positif, inflasi memengaruhi nilai tukar secara negatif, dan pertumbuhan ekonomi memengaruhi nilai tukar secara postif. Dengan kata lain hasil penelitian sesuai dengan tiga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Sedangkan berdasarkan hasil pengujian variabel impor tidak memengaruhi nilai tukar di Indonesia. Hubungan antara impor yang tidak signifikan terhadap nilai tukar ini dapat terjadi karena pada beberapa periode Indonesia masih mengalami surplus neraca perdagangan, atau dengan kata lain ekspor Indonesia masih lebih besar daripada nilai impornya. (*)