Pertumbuhan Ekonomi Syariah di Indonesia
Penulis: Meirisa Faidhotun Nisa dan Najwa Mahira Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan Universitas Muhammadiyah Malang
TABLOIDMATAHATI.COM, MALANG-Indonesia adalah negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia dan memiliki perekonomian terbesar di Asia Tenggara. Oleh sebab itu ekonomi syariah tumbuh kembang sangat cepat sejak tahun 1991. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik, pertumbuhan keuangan syariah juga menunjukkan hasil yang baik. Menurut Otoritas Jasa Keuangan (2022) total aset keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp 2.375 triliun dengan pangsa pasar 10,69%. Rinciannya, pangsa pasar aset perbankan syariah 7,09%, industri keuangan non bank (IKNB) syariah 4,73%, dan pasar modal 18,27%. Angka ini mengalami kenaikan sedikit apabila dibandingkan tahun 2021 yang memiliki pangsa pasar sebesar 10,1%
Ekonomi syariah di Indonesia berkaitan pula dengan perbankan syariah. Perbankan syariah terikat dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam al-Qur’an dan al-Hadist. Transaksi-transaksi pada perbankan syariah harus terhindar dari interest (riba) dan kontrak-kontrak yang mengandung ketidakpastian (gharar dan maysir), menekankan pada prinsip bagi hasil dan risiko, mengutamakan investasi pada sektor ekonomi halal dan harus didasari pada transaksi riil (Ali Rama, 2013).
Perbankan syariah sebagai bagian dari sistem perbankan nasional mempunyai peranan penting dalam perekonomian. Peranan perbankan syariah dalam aktivitas ekonomi tidak jauh berbeda dengan perbankan konvensional. Keberadaan perbankan syariah dalam sistem perbankan nasional di Indonesia diharapkan dapat mendorong perkembangan perekonomian nasional. Salah satu ciri utama perbankan syariah yang berdampak positif terhadap pertumbuhan sektor riil dan ekonomi yaitu bahwa lembaga keuangan syariah lebih menekankan pada peningkatan produktivitas (Ali Rama, 2013). Lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang menekankan konsep asset & production based system (sistem berbasis aset dan produksi) sebagai ide utamanya (Emy Widyastuti, 2020). Mudharabah dan musharakah adalah cerminan utama dari ide tersebut. Melalui pola pembiayaan seperti itu maka sektor riil dan sektor keuangan akan bergerak secara seimbang. Akibatnya semakin tumbuh perbankan syariah maka akan semakin besar kontribusinya terhadap kinerja dan pertumbuhan ekonomi. Jumlah kemiskinan dan pengangguran secara langsung akan teratasi melalui kinerja ekonomi yang baik.
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia juga menjadi perhatian pemerintah belakangan ini. Sebagai bentuk dukungan yang dilakukan pemerintah maka telah tersedia layanan informasi serta fasilitas yang lebih lengkap agar dapat bersaing di tingkat global. Selain itu upaya yang dilakukan pemerintah untuk memajukan perbankan syariah tersebut yaitu dengan melakukan merger antara bank-bank syariah yang dimiliki negara. Menurut Moin Abdul (2003) Merger adalah penggabungan dua perusahaan atau lebih dimana hanya satu perusahaan yang tetap berbadan hukum sedangkan yang lainnya dibubarkan, kemudian perusahaan yang dibubarkan mengalihkan aset dan kewajibannya kepada perusahaan hasil merger sehingga aset perusahaan hasil merger bertambah.
Salah satu upaya merger yang dilakukan pemerintah adalah menggabungkan tiga bank syariah Indonesia yaitu Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank BRI Syariah, dan Bank Permata Syariah menjadi BSI (Bank Syariah Indonesia). Tujuan dilakukannya merger ini adalah untuk meningkatkan aset pada Bank Syariah Indonesia (BSI). Sehingga dana yang besar dapat digunakan untuk mengembangkan pembiayaan perbankan. Hal ini akan meningkatkan pangsa pasar bank syariah secara nasional. Selain itu, digabungkannya ketiga bank tersebut adalah untuk menggabungkan kekuatan dan sumber daya dari ketiga bank tersebut untuk menciptakan lembaga keuangan syariah yang lebih kuat dan mampu bersaing. Hal ini terbukti sebab melalui proses merger BSI telah berhasil menjadi salah satu bank syariah terbesar di Indonesia dan berpotensi menjadi salah satu dari 10 Bank Syariah terbesar di dunia. Setelah dilakukan merger ini, total aset Bank Syariah Indonesia (BSI) diperkirakan mencapai 220-225 triliun rubel. Angka ini diperoleh dari saldo PT Bank Syariah Mandiri dengan total saldo Rp 114,4 triliun pada Juni, BNI Syariah dengan aset Rp 50,78 triliun, dan BRI Syariah Rp 49,6 triliun. Selain total aset, merger tiga bank syariah negara itu memiliki pembagian sebesar Rp 272 triliun dan pembagian Rp 330 triliun. Presiden Joko Widodo telah meresmikan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) pada 1 Februari 2021 atau 19 Jumadil Akhir 1442 H. di Istana Negara. Dengan mendukung kegiatan tersebut serta keterlibatan pemerintah dari Kementerian BUMN, BSI diharapkan mampu untuk bersaing secara global. Peluang BSI untuk terus berkembang dan menjadi bagian dari grup perbankan syariah terkemuka di dunia mulai terbuka lebar.
Selain pertumbuhan yang positif, dukungan iklim, dengan tugas pemerintah Indonesia untuk menciptakan ekosistem industri halal, serta memiliki bank syariah nasional yang besar serta mampu bersaing akan segera terealisasi. Penggabungan tiga bank syariah tersebut diharapan menjadi bank syariah terbesar di Indonesia juga disampaikan oleh Menteri BUMN Erick Thohir. Target tersebut sebenarnya bisa dicapai dengan bukti total aset Bank Syariah Indonesia meningkat hingga 15 persen menjadi Rp 306 triliun pada kuartal terakhir 2022. Angka tersebut diikuti oleh dana pihak ketiga (DPK) yang tumbuh sebesar 12 persen. per tahun menjadi Rp 261,49 triliun. Hal ini menjadikan BSI sebagai bank dengan aset terbesar keenam di Indonesia, mengungguli diatas CIMB Niaga.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah di Indonesia telah mendapatkan perhatian dari pemerintah. Sehingga terdapat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi syariah yang memiliki tren positif. Menurut Juda Agung selaku Deputi Gubernur Bank Indonesia menyebutkan bahwa pada tahun 2023 ini memproyeksikan pembiayaan perbankan syariah akan tumbuh 14-16 persen.
Namun disisi lain ekonomi syariah di Indonesia juga mengalami tantangan seperti dituntut meningkatkan kemampuan transformasi model bisnis ke arah digitalisasi. Oleh karena itu para pelaku ekonomi syariah harus melakukan upgrade diri pada kemampuan digitalnya. Sebab tujuan dari digitalisasi ini adalah agar fitur-fitur kanal digital tersebut tidak hanya mencakup transaksi perbankan biasa seperti pembayaran, pembelian, dan transfer, tapi juga berkaitan dengan gaya hidup masyarakat, sekaligus bisa terkoneksi dengan pihak ketiga, seperti transaksi jual beli dalam jaringan atau e-commerce dan fintech. (*)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Moin. 2003. Merger, Akusisi dan Divestasi. Jilid 1. Yogyakarta: Ekonisia.
Auwalin, Ilmiawan. 2020. Dasar-dasar Ekonomi Makro Islam.
Bank Syariah Indonesia. 2021. Sejarah Perseroan. Diakses pada 20 Juni 2023, dari https://ir.bankbsi.co.id/corporate_history.html
Haris, Arkin. 2019. Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia. Diakses pada 20 Juni 2023, dari https://syariah.uinsaid.ac.id/perkembangan-ekonomi-syariah-di-indonesia/
IDX Syariah. 2021. Pasar Modal Syariah Indonesia. Diakses pada 20 Juni 2023, dari https://www.idx.co.id/id/idx-syariah/
Kemenkeu Learning Center. 2022. Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia. Diakses pada 20 Juni 2023, dari https://klc2.kemenkeu.go.id/kms/knowledge/perkembangan-perbankan-syariah-di-indonesia-748d9e07/detail/
Otoritas Jasa Keuangan. 2017. Perbankan Syariah. Diakses pada 20 Juni 2023, dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Perbankan-Syariah.aspx
Rama, Ali. 2013. Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 2 No 1.
Sudarto, Aye. 2019. Pertumbuhan dan Perkembangan Ekonomi Makro Syariah di Indonesia. IAI Agus Salim Metro Lampung.
Widyastuti, Emy. 2020. Perbankan Syariah dan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Bagaimana Kontribusinya?. Jurnal. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 4 No 4.