Muhammadiyah Gelar Seminar-Pameran Lingkungan dan Keberagaman
TABLOIDMATAHATI.COM, JAKARTA-Tokoh lintas-iman dan pegiat lingkungan hadiri perayaan Hari Lingkungan Hidup se-Dunia dalam rangkaian acara Seminar, Sarasehan Lintas-Agama, dan Pameran Eco Bhinneka, yang bertajuk: “Pelestarian Lingkungan dalam Bingkai Keberagaman” pada Jumat (9/6/2023). Acara yang dibuka untuk masyarakat umum ini terselenggara atas kerjasama Eco Bhinneka dengan Majelis Lingkungan Hidup (MLH) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah. 270 orang menghadiri acara ini secara luring dan daring melalui ZOOM sejak pukul 09.00 – 15.00 WIB di Aula Lantai 1 Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah Jakarta.
Peluncuran Buku “Merawat Lingkungan dan Melestarikan Lingkungan”
Acara diawali dengan launching Buku “Merawat Lingkungan dan Melestarikan Lingkungan” karya Eco Bhinneka dan MLH PP Muhammadiyah. Sebuah buku yang berupaya menggerakkan pandangan masyarakat luas bahwa dengan spirit keimanan, umat beragama mampu berkontribusi besar untuk mencegah kerusakan lingkungan. Pengunjung dapat mengunduh E-Book-nya secara gratis di arena pameran.
Dalam sambutannya, Anwar Abbas selaku Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang membidangi Lingkungan Hidup mengungkapkan kegelisahannya terhadap kerusakan lingkungan. “Perubahan iklim menjadi ancaman yang serius bagi umat manusia, bumi ini semakin panas, es di kutub utara dan selatan akan mencair, pantai utara jawa sering kali dilanda rob, hal ini merupakan bencana kemanusiaan, semua akan merasakan dampaknya tanpa melihat latar belakang agama maupun suku, dan saya tidak bisa membayangkanapa yang akan dialami generasi berikutnya.” kata Anwar. Ia menceritakan pentingnya para peserta membaca buku tersebut. “Di buku ini ada tulisan menarik bagi saya, solusinya adalah Bersatu Demi Bumi. Kita perlu bersatu bergandengan tangan tanpa melihat agama, suku, budaya, untuk mengurangi global warming, karena ini adalah ancaman bagi kita semua. Mari kita bersatu dalam melindungi bumi.” ucapnya.
Seminar ‘Pelestarian Lingkungan dalam Bingkai Keberagaman’
Adapun acara Seminar dihadiri oleh para tokoh lintas-iman dan pegiat lingkungan yang berdiskusi secara panel dengan tema: Pelestarian Lingkungan dalam Bingkai Keberagaman. Azrul Tanjung selaku Ketua Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah mengajak peserta agar turut berupaya mencegah kerusakan lingkungan dimulai dari hal-hal kecil yang bisa dilakukan sehari-hari.
“Hal-hal yang kecil harus mulai kita lakukan dan kita tularkan. Karena satu langkah kecil inilah yang akan menyelamatkan bumi ini. Misalnya kita harus mulai memilah sampah di rumah kita sendiri, membawa tumbler ke mana pun kita pergi, menggunakan barang yang bisa kita gunakan berulang-ulang,” ajaknya.
Azrul menjelaskan bahwa ada aspek-aspek lingkungan yang bisa dimanfaatkan untuk ekonomi, di antaranya fokus mengenai sampah. “Muhammadiyah punya sekian banyak rumah sakit. Bagaimana limbah medis atau sampah medis menjadi komoditi bisnis, itu bisa jadi kita gerakkan,” ucapnya. Ia berharap agar ke depan bisa berkolaborasi membuat kantor-kantor Muhammadiyah, gereja-gereja, maupun tempat ibadah lainnya, agar penggunaan listriknya bisa menggunakan energi surya atau solar panel.
Direktur Program Eco Bhinneka sekaligus Koordinator GreenFaith Indonesia Hening Parlan, mengungkapkan bahwa kondisi lingkungan dan perubahan iklim tidak bisa dibiarkan. “Kita bisa membangun peace building dengan pendekatan lingkungan. Mari kita setting agar bumi kita adem, termasuk orang-orangnya juga kita ademkan.” ucapnya.
Sedangkan menurut Pendeta dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Binsar Jonathan Pakpahan, umat beragama bisa menyuarakan untuk membela mereka yang terpinggirkan, termasuk masyarakat adat, kaum perempuan dan masyarakat yang tinggal di kawasan yang lingkungannya telah rusak. “Kita bisa belajar kebijaksanaan masyarakat lokal bagaimana mereka merawat sikap-sikap yang dibangun oleh nenek moyang kita untuk menghormati alam. Mari kita bangun kesadaran bahwa saya adalah bagian dari kamu (alam), dan kamu (alam) adalah bagian dari saya.” ajaknya.
Mengenai bagaimana agar umat beragama sebaiknya menjawab tantangan perubahan iklim, Romo Ignatius Ismartono mengajak agar peserta mempelajari kembali ‘Laudato Si’ dan Deklarasi Islam tentang Perubahan Iklim Global. “Kami menyeru semua pihak bekerjasama, bersaing sehat dalam gerakan ini, dan menyambut baik sumbangsih-sumbangsih penting dari kelompok-kelompok keagamaan lain. Bila setiap kita menawarkan yang terbaik, maka kita bisa melihat jalan keluar dari kesulitan-kesulitan ini ,” ungkapnya yang kini masih aktif sebagai seorang Pastor di organisasi Sahabat Insan.
“Seringkali kita mendengar kabar buruk soal kemajemukan di Indonesia, baik itu pandangan islamophobia maupun isu rasialitas. Karena itu, sebagai ummat dan anggota di Republik ini, penting bagi kita membangun energi kolektif untuk mendorong perubahan.” ungkap Ismail Hasani dari SETARA Institute. “Gerakan Eco Bhinneka menjadi ide yang baik, dan menjadi pendekatan alternatif dalam merawat kemajemukan,” imbuhnya.
Bukan lagi Inter-faith Dialog, melainkan Inter-faith Cooperation
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa terdapat 2 capaian penting dari Eco Bhinneka, yakni inter-faith cooperation dan pelibatan generasi muda. “Ketika banyak orang berbicara inter-faith dialog, Eco Bhinneka berani melangkah ke apa yang disebut inter-faith cooperation. Kerjasama antar-iman menjadi realitas, di mana orang beragama tidak hanya berdialog, tapi bekerjasama untuk menyelesaikan permasalahan bersama.” ungkapnya. Menurut Mu’ti, Eco Bhinneka juga sukses membuat gerakan on the ground yang punya impact dengan melibatkan generasi muda, baik Nasyiatul Aisyiyah (NA), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), maupun organisasi kepemudaan mitra, seperti misalnya Fatayat NU.
“Saya kira ini bagian dari bagaimana umat beragama memberi contoh, bahwa sesungguhnya terdapat lebih banyak hal baik, dan praktik baik di lapangan, bahwa hubungan antar agama di Indonesia itu rukun dan baik, Eco Bhinneka menjadi contoh gerakan nyata.” kata Mu’ti. “Indonesia yang damai adalah dambaan kita, dan alam Indonesia yang lestari itu harus jadi bagian komitmen kita bersama, sebagai bentuk keteguhan kita dalam menjalankan agama masing-masing.” pungkasnya.
Sarasehan Pembelajaran Baik dari Program Eco Bhinneka
Acara dilanjutkan dengan Sarasehan yang dibuka oleh Mutiara Pasaribu selaku Country Coordinator JISRA Indonesia. Mutiara menyampaikan apresiasinya bahwa Muhammadiyah cerdas mengintegrasikan isu kerukunan dengan isu lingkungan. Menurutnya, di Indonesia belum ada di mana program inter-faith dikolaborasikan dengan kerja-kerja lingkungan.
“Dengan pendekatan lingkungan ini, Muhammadiyah mengemas upaya merawat kerukunan menjadi hal yang mudah dicerna bagi masyarakat umum,” katanya. “Karena semua agama, kepercayaan, mengajarkan hal-hal yang baik, salah satunya bagaimana kita menghargai ciptaan Tuhan dan menjaga merawat bumi.” imbuh Mutiara. Ia juga berharap, acara ini menjadi pintu masuk bagi umat beragama untuk mempererat ikatan persaudaraan dengan saling berinteraksi antar kelompok agama yang berbeda dalam menjaga lingkungan.
Di Sarasehan ini, para pelaksana program Eco Bhinneka dari 4 area: Pontianak (Kalimantan Barat), Ternate (Maluku Utara), Surakarta (Jawa Tengah), dan Banyuwangi (Jawa Timur) menyampaikan pembelajaran baik dan memamerkan keberhasilan dari pelaksanaan Eco Bhinneka di masing-masing daerah. Para pegiat lingkungan dari lintas-agama yang merupakan alumni Faith Inspired Changemaking Initiative (FICI) Masterclass 2022 juga hadir berbagi ide kreasi dalam pengelolaan sampah, ada produk daur ulang seperti tas, gelang, topi, wadah tissue, hingga anting dan kalung, serta ada juga praktik memilah sampah, dan praktik membuat Eco Enzyme.
Kusen atau Kyai Cepu, seorang seniman, budayawan, sekaligus Anggota Lembaga Seni Budaya PP Muhammadiyah turut hadir memeriahkan acara ini dengan penampilan Orasi dan membacakan karya Puisi-nya yang bertajuk ‘Falsafah Lingkungan’. Selain itu, pengunjung juga dapat menikmati keseruan berfoto-ria di photobooth 360 dan mendapatkan merchandise menarik. (rilis: farah/editor: doni osmon)