Drama Perang Dagang Amerika Cina Serta Potensi Implikasinya Terhadap Indonesia
Penulis: Bening Hayu Susanto, mahasiswaProdi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang.
AMERIKA Serikat merupakan salah satu negara adikuasa di dunia sampai dengan saat ini. Kekuatan Amerika Serikat tidak hanya mencakup kekuatan militernya, namun juga dari sisi teknologi, sumber daya manusia, sampai dengan ekonomi yang berada di atas rata-rata negara lainnya. Sebagai contoh dari sisi ekonomi, pada tahun 2024 setidaknya dunia memperoleh PDB secara keseluruhan sebesar US$ 109,53 Triliun pada kuartal pertama dan Amerika Serikat menguasai 31,5% dari PDB dunia atau setidaknya US$ 28,78 Triliun yang menjadikannya negara dengan PDB terbesar di dunia pada tahun 2024 (IMF, 2024).
Sebagai negara adikuasa, tentunya Amerika Serikat sangat memperhatikan negara-negara lainnya terutama yang tidak berkongsi secara perdagangan dengan mereka seperti Cina. Cina menjadi pesaing yang paling kompetitif bagi Amerika Serikat beberapa tahun belakangan, baik dari sisi teknologi, sumber daya manusia, ekonomi dan sektor-sektor lainnya. Pada tahun yang sama, Cina memiliki PDB 20,2% dari total PDB dunia, atau setidaknya US$ 18,53 Triliun yang menjadikan Cina sebagai negara dengan PDB tertinggi kedua di dunia pada tahun 2024 (IMF, 2024).
Perebutan dua negara dengan ekonomi terkuat ini biasa disebut sebagai “perang dagang” yang dimulai sejak tahun 2018. Pada dasarnya, tidak hanya bagi Tiongkok dan Amerika, tetapi juga bagi Indonesia, perdagangan internasional telah muncul sebagai salah satu fondasi utama pembangunan ekonomi global. Baru-baru ini, Amerika Serikat telah menerapkan kebijakan baru yang dikenal sebagai “Tarif Trump” sebagai respons terhadap perang dagang yang sedang berlangsung antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Program yang dilaksanakan oleh Presiden Donald Trump menaikkan bea masuk impor dari Tiongkok hingga 145%. Pemerintah Tiongkok menanggapinya dengan menaikkan bea masuk atas barang-barang Amerika dengan jumlah yang sama, menjadi 125%. Lebih jauh, Presiden Trump mengenakan pajak sebesar 10% atas impor internasional. Perang dagang antara kedua negara adidaya tersebut saat ini berdampak berjenjang ke Indonesia. Alasannya, Indonesia tetap menjadi salah satu mitra dagangnya. Ekspor utama Indonesia ke AS pada tahun 2024 adalah barang elektronik, pakaian jadi, dan alas kaki, yang menghasilkan surplus perdagangan sebesar USD 16,8 miliar. Barang-barang Indonesia berpotensi menjadi kurang kompetitif di pasar AS sebagai akibat dari peningkatan pajak tersebut. Depresiasi rupiah sebesar sepuluh hingga sebelas persen, harga impor energi dan bahan baku yang lebih tinggi, serta tekanan pada sektor industri dalam negeri merupakan akibat dari ketegangan global.
Menyikapi kondisi tersbeut, Pemerintah Indonesia tentunya perlu melakukan komunikasi lebih lanjut dengan pihak Amerika Serikat untuk mencari solusi yang lebih baik bagi Indonesia maupun Amerika Serikat. Namun dilain sisi, Presiden Cina mengancam negara-negara yang bernegosiasi tentang tarif Trump ini dengan adanya tindakan balasan, yang mana salah satu negara yang melakukan koordinasi adalah Indonesia (Mutolib, 2025). Dengan adanya langkah yang diambil oleh pemerintah dari masing-masing negara, pentingnya upaya peningkatan kolaborasi perekonomian bersama Cina yang sampai dengan saat ini masih belum menjatuhkan kebijakan yang merugikan perekonnomian Indonesia.
Langkah tersebut perlu dipertimbangkan mengingat sampai dengan tahun 2024, Cina menjadi negara terdepan dalam segi kauntitas penerima ekspor produk-produk dari Indonesia, khususnya elektronik dan tekstil yang mampu menembus angka US$ 64,93 Miliar. Sementara Amerika Serikat menjadi negara penerima ekspor terbsesar bagi Indonesia kedua dengan total ekspor mencapai US$ 23,25 Miliar. Namun, dengan adanya kebijakan dari Presiden Donald Trump, pendapatan ekspor tersebut sangat berpotensi megalami penurunan. Terlebih dengan bergabungnya Indonesia kedalam BRICS sejak Januari 2025 menjadi poin lainnya yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Indonesia dalam mengambil sikap, mengingat BRICS sendiri merupakan kontestan dari sektor ekonomi bagi negara-negara G7 termasuk Amerika Serikat. (Bening Hayu Susanto, mahasiswaProdi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Muhammadiyah Malang/email: beninggayususanto@gmail.com)
REFERENSI
IMF. (2024). 10 Negara dengan PDB Terbesar 2024. Good Stats. https://data.goodstats.id/statistic/10-negara-dengan-pdb-terbesar-2024-ZHaL1
Mutolib, A. (2025). Cina Ancam Negara-Negara Yang Negosiasi Perang Tarif Trump. CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20250421080603-134-1220672/china-ancam-negara-negara-yang-negosiasi-perang-tarif-trump