Perintis RSIA Pelopor Rumah Sakit Islam, Pencetus Standarisasi RS Muhammadiyah Jatim
ARJUNO-Warga persyarikatan muhammadiyah Malang raya mungkin sudah tidak asing terhadap RSIA (Rumah Sakit Islam Aisyiyah) Kota Malang. Namun nyaris tidak banyak warga persyarikatan muhammadiyah yang mengetahui siapa sih pendiri RSIA sekaligus pelopor rumah sakit Islam di Malangraya ini.
Berbicara tentang RSIA dan pelopor rumah sakit Islam di Malangraya, tidak bisa dilepaskan dari figur almarhum Dr. dr. H. Syamsul Islam. Lelaki kader unggul muhammadiyah ini memang dikenal cerdas, tegas, dan militan dalam menjalankan gagasan tentang kesehatan. Setidaknya itulah yang diungkapkan salah satu “santri” dr Syamsul Islam yaitu Mukti Jani, SAg. “Beliau adalah direktur RSI pertama, namun kiprahnya di dunia kesehatan sudah menembus hingga wilayah Jatim,” ujar Mukti Jani.
Kiprah dr Syamsul Islam dikungkapkan Mukti Jani sejak tahun 87-an. Ketika itu sebelum RSIA berdiri terlebih dulu diawali dengan berdirinya BKM (Balai Kesehatan Muhammadiyah) yang sekarang ditempati RSIA, Jl Sulawesi, Kota Malang. Sebelum berdiri BKM awalnya adalah asrama putri. “Ini sejarah singkat kiprah beliau di RSI,” aku Mukti Jani.
Kesuksesan beliau ini, lanjut Mukti Jani diapresiasi oleh Pengurus Wilayah Muhammadiyah Jatim, untuk menjadi ketua Majelis Pembina Kesehatan dan Kesejahteraan Muhammadiyah Jatim. Nah, saat itulah kiprah Syamsul Islam diakui sebagai peletak dasar berkembangnya rumah sakit Islam (muhammadiyah) di seluruh wilayah Jawa Timur. Populernya nama Syamsul Islam ketika mengeluarkan ide dasar standarisasi mutu dan kualitas rumah sakit muhammadiyah seluruh jatim.
Ide tersebut dicetuskan tahun 1998, kata Mukti Jani, berdasarkan realitas pelayanan dan finansial rumah sakit muhammadiyah yang kurang professional. Mengacu pada realitas ini, Syamsul Islam membuat program standarisasi pelayanan dan keuangan rumah sakit muhammadiyah seluruh jatim. Sehingga bisa dilakukan semacam akreditasi tentang acuan mengeloa rumah sakit dalam pelayanan, keuangan, dan sumber daya manusia.
Dijelaskan Mukti Jati, standarisasi keuangan misalnya harus ada ROA (ritten of asset) berapa persen. Misalnya ditetapkan 25 persen, maka rumah sakit yang di bawah 25 persen maka dinyatakan belum sehat.

Kenapa harus ada standarisasi? Mukti Jani menyebutkan rumah sakit muhammadiyah jumlahnya banyak dan tersebar di seluruh jatim. Jika tidak ada standarisasi maka ada kecenderungan munculnya raja kecil. Artinya meskipun berada di naungan muhammadiyah, namun secara de facto tidak ada kaitannya, hanya simbulnya saja muhammadiyah. Banyak raja kecil ini, berdampak pada sulitnya mencari direktur, sulitnya mendapatkan dokter. Semua tergantung pada kebaikan dinas kesehatan di daerah dan kebaikan kader muhammadiyah yang sukses di kesehatan akhirnya terketuk hatinya utuk membantu mengembangkan muhammadiyah. “Bagaimana rumah sakit muhammadiyah itu sama standartnya. Setiap warga yang berobat ke rumah sakit muhammadiyah di manapun berada pelayanannya sama,” ucap Mukti Jani menirukan pernyataan Syamsul Islam kepada dirinya.
Melalui standarisasi itu, tandas Mukti Jani, tidak akan ada lagi idiom rumah sakit basah dan rumah sakit kering. Agar ada regulasi yang mengatur standarisasi ini, maka dikembalikan pada kaidah legalitas formal bahwa pemilik rumah sakit seluruh jatim adalah PP Muhammadiyah.
Sedangkan PP Muhammadiyah mendelegasikan kepada PW Muhammadiyah Jatim, sementara PW Muhammadiyah Jatim memberikan kewenangan pada mejelis kesehatan (rumah sakit) dan kesejahteraan (panti asuhan) muhammadiyah, untuk mengurusi hal ini.
Gebrakan pertama yang dilakukan Syamsul Islam, disebutkan Mukti Jani adalah standarisasi laporan keuangan rumah sakit muhammadiyah se jatim. Standarisasi laporan keuangan ini menggunakan auditor internal MKKM. Pemeriksaan keuangan mulai jurnal kas masuk dan kas ke luar hingga laporan keuangan rugi laba dan neraca. Bukan itu saja nomor rekening juga diatur. Lalu seluruh laporan keuangan rumah sakit muhammadiyah dipresentasikan di forum rakerwil rumah sakit muhammadiyah se jatim. Rakerwil ini bertema Memadukan Mutu Untuk Meraih Prestasi tersebut terungkap bahwa banyak permainan antara manajemen rumah sakit muhammadiyah dengan pabrik obat dan alat kesehatan.
Standarisasi berikutnya, dikatakan Mukti Jati adalah sumber daya manusia. Perlunya standarisasi sumber daya manusia ini agar pelayanan rumah sakit juga maksimal dan professional. Ternyata dalam standarisasi tersebut terungkap masih belum standart keterampilan dan pengetahuan tenaga medis, bidan, perawat, dokter. Intinya mulai asuhan kebidanan terkait mutu dan keterampilan bidan. Keperawatan standarisasi keterampilan minimal lulusan D3 Keperawatan. Standarisasi tenaga keuangan rumah sakit dan standarisasi peralatan kesehatan. (don)
Apa Saja Gebrakan (alm) dr Syamsul Islam? Standarisasi laporan keuangan. Standarisasi sumber daya manusia. Standarisasi tenaga keuangan. Standarisasi peralatan.