Pancasila Adalah Cita Hukum (Rechtsidee)
oleh: Akhmad Bumi, SH, Praktisi Hukun Nusa Tenggara Timur, aktifis Muhammadiyah NTT
PANCASILA dinyatakan kedudukannya oleh para pendiri bangsa sebagaimana terlihat dalam UUD 1945, dalam penjelasan umum ditegaskan, Pancasila adalah Cita Hukum (Rechtsidee) yang menguasai hukum dasar, baik hukum dasar tertulis maupun tidak tertulis.
Mengutip pendapat Rudolf Stammler (1856-1939) seorang ahli filsafat hukum beraliran Neo-Kantian berpendapat bahwa cita hukum adalah konstruksi pikir yang merupakan keharusan bagi mengarahkan hukum kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Cita hukum berfungsi sebagai bintang pemandu (Leitsteren) bagi tercapainya cita-cita masyarakat. Meski merupakan titik akhir yang tidak mungkin dicapai, namun cita hukum memberi manfaat karena ia mengandung dua sisi; dengan cita hukum kita dapat menguji hukum positif dan kepada cita hukum kita dapat mengarahkan hukum positif sebagai usaha dengan sanksi pemaksa menuju sesuatu yang adil (Zwangversuch zum Richtigen). Oleh karenanya menurut Stammler keadilan adalah usaha atau tindakan mengarahkan hukum positif kepada cita hukum. Dengan demikian maka cita hukum yang adil (Richtiges Recht) adalah hukum positif yang memiliki sifat yang diarahkan oleh cita hukum untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat.
Gustav Radbruch (1878-1949) seorang ahli filsafat hukum beraliran Neo-Kantian juga namun dari mahzab Baden atau mahzab Jerman Barat-Daya menegaskan cita hukum tidak hanya berfungsi sebagai tolak ukur yang bersifat regulative, melainkan juga sekaligus berfungsi sebagai dasar yang bersifat konstitutif, yaitu yang menentukan bahwa tanpa cita hukum, hukum akan kehilangan maknanya sebagai hukum. Radbruch termasuk dalam mahzab yang berusaha menjembatani dualisme das Sein dan das Sollen dengan mengkonstruksikan lingkup ketiga yaitu kebudayaan (kultur). Dengan demikian cita hukum itu gagasan, rasa, cipta, pikiran. Bukan sekedar cita-cita sebagai keinginan, kehendak, harapan yang selalu dipikirkan atau dihayalkan.

Penjelasan UUD 1945 menggariskan bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan mewujudkan cita hukum (Rechtsidee), dan pokok-pokok pikiran dalam pembukaan itu Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial atau disingkat persatuan, kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan, keadilan bagi seluruh rakyat.
Dalam pembukaan UUD 1945, alinea ke-empat dirumuskan oleh para pendiri bangsa dari hasil urung rembuk yang panjang antara lain; Soekarno, Mohamad Hatta, A. A Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, H. A Salim, Achmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, Muhamad Yamin, Mr Soepomo kemudian disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan merumuskan dengan jelas bunyi Pancasila yakni; Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 ialah Pancasila yang berwujud dalam hukum, pembukaan dari Hukum Dasar dari Undang-undang Dasar. Kedudukan Pancasila sebagai Cita Hukum maka nilai-nilai yang terdapat dalam Pancasila mempunyai fungsi konstitutif yang menentukan apakah tata hukum Indonesia merupakan tata hukum yang benar sesuai kepribadian bangsa Indonesia atau tidak, selain sebagai fungsi regulative yang menentukan hukum itu adil atau tidak.
Dengan demikian maka menurut UUD 1945, dalam tata hukum yang berlaku bagi bangsa Indonesia, Pancasila berada dalam dua kedudukan. Sebagai Cita Hukum (Rechtsidee), dan Pancasila berada dalam tata hukum Indonesia namun terletak diluar system norma hukum. Dalam kedudukan yang demikian Pancasila berfungsi secara konstitutif dan secara regulative terhadap norma-norma yang ada dalam system norma hukum.
Dan sebagai norma yang tertinggi dalam system norma hukum Indonesia yang berasal dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, Pancasila merupakan Norma Dasar (Grundnorm) atau Norma Fundamental Negara.
Oleh karenanya bangsa Indonesia telah menerima dan telah ditetapkan dalam konsensus para pendiri Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945, bahwa dalam kehidupan bangsa Indonesia terdapat Cita Hukum yang berisi nilai-nilai Pancasila yang pokok-pokok pikiran Aturan Dasar termuat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 yang telah disyahkan oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945 dan disiarkan dalam Berita Negara tanggal 15 Februari 1946.
Dengan demikian apabila tetap ingin perpegang kepada apa yang telah digariskan oleh para pendiri Negara Republik Indonesia dan para penyusun UUD 1945, maka tidak dapat melepaskan diri dari wawasan, bahwa pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang disahkan atau ditetapkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945 adalah dasar daripada semua kehidupan rakyat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.
Menafsirkan Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum sebagaimana tercantum dalam TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 tidak boleh luas daripada sumber-sumber hukum rakyat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Menafsirkan lebih dari itu adalah tidak benar dan hal itu membongkar fondasi bernegara.
Konsepsi Soekarno (Bung Karno) terkait dasar Negara yang disampaikan dalam pidato 1 Juni 1945 yang dikenal dengan Panca Dharma berisi; kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau perikemanusiaan, mufakat atau demokrasi, kesejahteraan sosial dan ketuhanan yang berkebudayaan yang oleh Soekarno sendiri tidak menggunakan ketika urung rembuk dengan para pendiri bangsa yang lain dan telah mencapai kata sepakat.
Kesepakatan kemudian tertuang dalam aline ke-4 Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal itu disepakati para Pendiri Bangsa, dan kemudian ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI.
Jika 1 Juni 1945 dijadikan sebagai rujukan, maka kita mengesampingkan pikiran para pendiri bangsa yang lain yang telah diakomodir Soekarno dalam rapat BPUPKI yang dipimpin Bung Karno sendiri, yang telah menjiwai kepribadian bangsa Indonesia secara adil dan bijaksana atau dengan kata lain menggunakan 1 Juni sebagai dasar lahir Pancasila sama dengan kita membongkar fondasi dan tatanan bernegara yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa. (gusfik)