Meluasnya Pembayaran Cashless Melalui QRIS di Indonesia
Oleh: Danial Fahrullah, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas muhammadiyah Malang
DALAM aktivitas sehari-hari, masyarakat tidak lepas dari aktivitas transaksional, terutama dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Di saat seperti itu, banyak orang beralih ke pembayaran gratis dan mulai menggunakan pembayaran digital. Maraknya penggunaan pembayaran digital menjadi alasan meningkatnya transaksi masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya melalui belanja online. Bahwa saat ini tren penggunaan e-commerce dan digital banking melesat demi kemudahan transaksi dan keamanan diri”. Penggunaan digital paymentyang meningkat berdampak pada penurunan penggunaan transaksi tunai dimasyarakat.
Saat ini sepertinya masyarakat Indonesia sedang menuju cashless society, yaitu masyarakat yang transaksi keuangannya dilakukan tanpa uang tunai. Bahkan membeli apapun dari pasar tradisional, pedagang kaki lima dan penjual bakso kini sudah biasa dengan pembayaran gratis. Hal ini dikarenakan inovasi yang terus bermunculan di masyarakat semakin memudahkan kita untuk berbisnis tanpa uang tunai. Sebagian besar masyarakat yang berbisnis dengan QRIS didominasi oleh non bank, seperti yang menggunakan e-wallet seperti Shopeepay, Gopay, Dana dan Ovo yang jumlahnya hampir dua kali lipat dari bank.
Artinya, masyarakat masih lebih memilih membayar dengan pembayaran QRIS dibandingkan non bank. Banyak implikasi dari hasil ini: yang pertama adalah orang yang menggunakan QRIS mungkin tidak memiliki rekening (unbankable), sehingga dapat diganti dengan e-wallet yang dapat diisi ulang dengan mudah di toko/instansi seperti convenience store. Kedua, orang mungkin memiliki rekening (bankable) tetapi tidak memiliki mobile banking, sehingga mereka cenderung menggunakan e-wallet untuk pembayaran gratis.
Perkembangan ekonomi dan keuangan digital telah menyebabkan pergeseran sistem pembayaran dari mata uang (kertas dan logam) dan berbasis kertas (cek, transfer bank dan tagihan kredit atau debit) ke sistem pembayaran berbasis kartu dan server. Berbasis kartu atau chip meliputi kartu ATM, kartu kredit/debit dan uang elektronik (kartu) berbasis chip yang dapat diisi dana, seperti kartu EU di SPBU dan jalan tol. Selain itu, berbasis server menggunakan platform aplikasi yang penggunaannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan ekonomi digital, seperti mobile payment dengan memindai kode Quick Response (QR).
QRIS adalah singkatan dari Quick Response Indonesia Standard dan merupakan kode QR yang dikembangkan sesuai dengan standar nasional Indonesia. QRIS hadir sebagai jawaban atas pesatnya pertumbuhan transaksi pembayaran online. Saat ini sudah banyak penyedia layanan pembayaran digital yang dapat digunakan untuk transaksi pembayaran. Saat pembeli membayar, scan kode QR yang tersedia dan transaksi dapat diproses dengan cepat.
Sebelum QRIS, setiap aplikasi pembayaran digital di Indonesia memiliki kode QR sendiri. Misalnya, jika Anda ingin menggunakan 10 program pembayaran digital, Anda harus memiliki 10 jenis kode QR. QRIS diperkenalkan dengan niat baik, yaitu untuk memudahkan transaksi dengan aplikasi pembayaran digital. Karena itu, QRIS juga menawarkan keuntungan bagi pihak yang menggunakannya, yaitu. H. pembeli dan penjual.
QRIS ini merupakan standardisasi yang digagas oleh Bank Indonesia sebagai bentuk efisiensi. Bank Indonesia mengatur standar QR untuk menawarkan efisiensi kepada masyarakat Indonesia karena perbankan Indonesia tidak memiliki infrastruktur yang mahal. Selain itu, mereka juga menjelaskan bahwa kode QR yang diperbarui ini cocok untuk semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, pengusaha kecil sekalipun tidak perlu mengeluarkan investasi atau modal yang besar, meskipun dapat memperluas jangkauannya melalui QRIS. Oleh karena itu, QRIS patut dijadikan sebagai solusi dan inovasi pembayaran digital untuk cashless society di Indonesia di era new normal ini
Penetrasi QRIS diperkirakan akan terus meningkat didukung dengan tren digitalisasi pembayaran yang semakin berkembang.Tidak dipungkiri, keberadaan pemain financial technology juga mengubah preferensi konsumen dalam bertransaksi. Bagi sebagian masyarakat, keberadaan uang elektronik berbasis server di perangkat pintar telah menggantikan fungsi mata uang di dompet. Kenyamanan dan faktor keamanan bagi pedagang sama pentingnya. Pedagang tidak perlu repot menawarkan kembalian. Risiko uang palsu dan kehilangan uang tunai juga sangat berkurang.
Pada akhir tahun 2022, Bank Indonesia (BI) mencatat transaksi perbankan digital sebesar Rp53,144 triliun, termasuk pembayaran digital, lebih dari 30,19 persen per tahun (joy) dari tahun 2021. Baru pada Oktober 2022, pertumbuhannya mencapai Rp5.184,1 triliun atau 38,38 triliun rupiah. persen, sehingga BI memperkirakan pada tahun 2023 dan 2024 perbankan digital akan semakin diminati oleh masyarakat. Khususnya pada pengaturan pembayaran digital berdasarkan Quick Response Code Indonesian Standard/kode QRIS (diucapkan KYURIS) yang dirilis BI pada 17 Agustus 2019.
Dari informasi di atas, dapat disimpulkan bahwa QRIS dapat mempercepat dan memperluas transaksi keuangan tanpa kerumitan bagi nasabah bankable dan unbankable. Tak heran, QRIS melebarkan potensinya dengan melampaui negara Indonesia atau yang bisa kita sebut “batas-batas” QRIS transnasional.
Melewati batas biasanya memiliki konotasi negatif. Namun, sekarang artinya berbeda, ada yang melewati batas, tapi bisa dibilang efeknya positif. Kartu QRIS internasional dapat digunakan untuk pembayaran internasional. Turis asing dapat membayar dengan aplikasi negaranya dengan memindai QRIS di merchant Indonesia atau sebaliknya, orang Indonesia dapat membayar dengan pembayaran QRIS dengan memindai kode QR dari negara lain. QRIS antar negara memfasilitasi integrasi masyarakat dunia di luar negeri. Kita tidak perlu khawatir menukar uang ke mata uang lokal atau menyiapkan kartu kredit/debit untuk bertransaksi. Nilai tukar kompetitif dan terjangkau, dan tidak ada biaya yang dikenakan untuk jumlah transaksi pengguna (konsumen). Menggunakan QRIS tentunya menghindari resiko penarikan uang di negara lain yang kursnya cukup mahal.
Jika penggunaan QRIS diterima secara luas, seperti penggunaan kartu kredit/debit dengan logo tertentu, maka pindah ke luar negeri menuju cashless society bukanlah impian. Selain itu, untuk UKM dengan pembeli asing, membayar dengan QRIS jauh lebih mudah karena mirip dengan transfer bank standar. Dari sudut pandang pembuat kebijakan, digitalisasi tentu saja bisa didorong sejauh mungkin. Ini berarti masyarakat lebih menerima teknologi dan pemerintah memiliki informasi yang akurat tentang individu dan pedagang. Jika QRIS bersifat multi-country, artinya menampilkan informasi turis/orang asing yang menggunakan QRIS atau berbelanja di Indonesia. (*)
Opini ini ditulis untuk memenuhi tugas perkuliahan.