Mbah Dollah Sang Legenda Peneguh Muhammadiyah
Tanggal 05 April 2014 duka menggelayut di Padepokan Hisbul Wathon, Desa Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Warga Muhammadiyah Malang Raya tertunduk bela sungkawa atas meninggalnya seorang tokoh Muhammadiyah bernama KH Abdullah Hasyim, BA.
Mbah Dollah, begitulah para santri memanggil Abdullah Hasyim, tutup usia pada 72 tahun. Sebagai seoarang tokoh Muhammadiyah, namanya melegenda bukan hanya di Malang Raya sudah menembus sebagai tokoh urutan ke tiga muhamamdiyah dalam buku berjudul Nama dan Siapa terbitan Hikmah Press PW Muhammadiyah Jawa Timur. Wajar saja, ketika Mbah Dollah wafat keluarga besar Muhammadiyah Malang Raya dan Jatim merasa kehilanggan figur yang selalu tampil tegas dan lembut cerdas ketika memberikan materi tentang Al Islam dan Kemuhammadiyahan.
Ya, itulah yang dikenang oleh Masruhatin, istri almarhum Abdullah Hasyim. Pada kedua matanya mensyaratkan bahwa gerakan Muhammadiyah di Malang Raya ini tidak bisa lepas dari peran seorang Mbah Dollah. Karirnya sebagai abdi negara (PNS) serta struktur di pesyarikatan Muhammadiyah sangat cemerlang, diimbangi sikap tegas amar ma’ruf nahi mungkar serta fastabiqul khoirot (berlomba dalam kebaikan), meneguhkan posisi Mbah Dollah sulit tergantikan di hati para santri. “Bapak itu –Mbah Dollah- sejak kecil sudah menjadi kader Muhammadiyah. Itu sebabnya perjuangan di Muhammadiyah tidak pernah mengenal lelah,” kenang Masruhatin.
Perjuangan Mbah Dollah sebagai kader Muhammadiyah dikatakatan Masruhatin sejak Mbah Dollah berada di Panti Muhammadiyah, Pare, Kediri. Saat itu dada Mbah Dollah sudah dipenuhi jiwa Hisbul Wathon (gerakan kepanduan Muhammadiyah) serta sikapnya cerminan dari jurus tapak suci (seni bela diri Muhammadiyah) yang selalu digunakan menegakkan amar makruf nahi mungkar. “Cintanya kepada Hisbul Wathon sangat terlihat, rasa cinta itu diwujudkan dalam bentuk padepokan Hisbul Wathon ini,” kata Masruhatin.
Berdirinya padepokan Hisbul Wathon, jelas Masruhatin, merupakan aktualisasi Mbah Dollah dalam dakwah Muhammadiyah di Malang Raya. Sebab di padepokan ini Mbah Dollah mengajar ngaji tentang ideologi, baik Islam maupun Muhammadiyah. Materinya beragam seperti tafsir tematik, himpunan tarjih Muhammadiyah, bagaimana menyikapi fenomena tentang idiologi negara, hingga munculnya matan keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah. Semua dibahas tuntas di padepokan Hisbul Wathon. Kajian tersebut dilakukan rutin setiap Jum’at dan Senin malam. “Hasil ngaji itu oleh bapak ada yang ditulis lalu digandakan, ada juga yang direkam dalam bentuk kaset,” papar Masruhatin. Cara dakwah Mbah Dollah ini akhirnya memikat banyak santri untuk belajar kemuhammadiyahan di padepokan Hisbul Wathon. Karena banyak santri yang minat belajar itulah, akhirnya Mbah Dollah bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membentuk program pengkaderan tarjih. Program tersebut diberi nama PPUT (Program Pengkaderan Ulama Tarjih). Meskipun jumlahnya tidak banyak namun, santri yang belajar tarjih selalu berganti setiap 4 bulan sekali. “Sekarang program ini sudah selesai. Namun untuk program pengkaderan Hisbul Wathon masih terus berlanjut sampai sekarang,” ungkapnya.