Majelis Dikdasmen Kabupaten Malang, Minta PPDB Sekolah Diimbangi Gerakan Filantropi
LANDUNGSARI-Kondisi tanggap darurat corona yang masih terus diperpanjang, menjadikan sekolah di wilayah Majelis Dikdasmen PDM Kabupaten Malang memutar otak mencari cara PPDB tahun ajaran 2020-2021 tetap berjalan sesuai rencana. Keresahan ini dikatakan oleh Ketua Majelis Dikdasmen Kabupaten Malang, Prof Akhsanul In’am, Ph.D, kemarin
“Kami beberapa waktu lalu sudah mengumpulkan para kepala sekolah. Dalam kesempatan tersebut kami ingin mengetahui bagaimana cara sekolah memenuhi hak dan kewajian seluruh guru dan karyawan sekolahnya. Alhamdulillah dalam rapat tersebut tidak ada yang merasa kesulitan dalam hal tersebut. Namun ada sedikit kekawatiran tentang PPDB,” ujar Akhsanul In’am.
Bagaimana mengatasi kekawatiran PPDB? Akhsanul In’am mengatakan ada faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya sekolah harus pandai mengatur kegiatan untuk menghemat anggaran. Salah satunya acara wisuda tidak ada diganti dengan virtual sehingga sekolah dan siswa juga tetap melakukan formalitas wisuda hanya saja teknisnya bisa dibicarakan lebih lanjut sesuai sekolahnya. Begitu juga ketika ada masalah internal segera diselesaikan dengan melibatkan majelis dikdamsen, namun hal ini semua teratasi.
Terakhir, lanjut Akhsanul In’am, sekolah harus simpati terhadap lingkungan sekitarnya. Ketika kondisi tanggap darurat seperti ini jika menemukan warga yang kesusahan akibat tanggap darurat segera turun tangan untuk membantunya. Gerakan filantropi sekolah harus gencar dilakukan supaya masyarakat juga bergerak dalam PPDB. Hal ini sudah diawali dengan pembagian hand sanitizer. “Ini merupakan awal saja, sebab dampak ekonomi sangat terasa. Misalnya masyarakat yang biasanya berjualan di sekitar sekolah akhirnya tidak bisa lagi berjualan karena siswanya libur. Itu sebabnya perlu bantuan,” akunya.
Masih terkait PPDB, lanjut Akhsanul In’am, sekolah harus semakin kreatif dalam mencari siswa baru. Sekolah muhammadiyah yang berada di level menengah ke atas sudah mempunyai cara tersendiri untuk melakukan hal ini. Namun sebaliknya sekolah yang berada di tataran bawah masih proses mencari solusinya namun masih belum ketemu.
Diawali melalui riset, tandas Akhsanul In’am, sekolah muhammadiyah dikelompokan atas, menengah, dan bawah. Ketika sekolah bawah diupayakan peningkatan mutu gurunya juga berat sebab terbatas anggarannya. Begitu juga dengan sekolah kelompok atas jam mengajar gurunya padat sehingga sulit untuk mengikuti program peningkatan kualitas seperti workshop guru. “Intinya semua harus berfikir di luar kebiasaan. Seperti yang sudah dilakukan beberapa sekolah muhammadiyah. Selain itu antar sekolah harsu saling kerjasama dan saling membantu,” Direktur Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini. (foto/editor: doni osmon)