Kesenjangan Industri Asuransi
Penulis: Rangga Dewantara Putra Yuntoro Mahasiswa Prodi Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
Apa itu Asuransi?
Asuransi adalah sebuah sistem perlindungan finansial yang melibatkan dua pihak: pihak tertanggung (nasabah) dan pihak penanggung (perusahaan asuransi). Dalam perjanjian asuransi, tertanggung membayar sejumlah uang (premi) kepada perusahaan asuransi untuk mendapatkan perlindungan atas risiko tertentu yang mungkin terjadi, seperti kecelakaan, kerugian properti, kesehatan, atau kematian. Sebagai gantinya, perusahaan asuransi berjanji untuk memberikan ganti rugi atau pembayaran sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati dalam polis asuransi jika risiko yang dijamin terjadi.
Sejarah asuransi di Indonesia dimulai sejak masa penjajahan Belanda, ketika perusahaan asuransi pertama kali hadir di tanah air. Pada abad ke-19, perusahaan asuransi asal Belanda seperti Nederlandsch-Indische Levensverzekering Maatschappij (NIL) yang didirikan pada tahun 1859 mulai menawarkan produk asuransi jiwa kepada masyarakat Indonesia, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, sektor asuransi di Indonesia mulai berkembang lebih pesat, dengan didirikannya berbagai perusahaan asuransi nasional, seperti Asuransi Jiwa Bersama (AJB) dan Asuransi Umum Indonesia yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Pada tahun 1974, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 1974 tentang asuransi, yang menjadi landasan hukum bagi industri asuransi di Indonesia. Regulasi ini bertujuan untuk mengatur dan mengawasi perusahaan asuransi di Indonesia agar operasionalnya sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan dapat menjaga stabilitas sektor asuransi.
Pada dekade 1990-an hingga awal 2000-an, sektor asuransi Indonesia mengalami liberalisasi, dengan masuknya perusahaan asuransi asing yang membawa berbagai inovasi dalam produk dan layanan asuransi. Hal ini didorong oleh kebijakan pemerintah yang membuka sektor keuangan untuk investasi asing. Selain itu, pada tahun 2012, pemerintah membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengawasi dan mengatur sektor keuangan, termasuk asuransi, agar lebih transparan dan terjamin stabilitasnya.
Perkembangannya
Jumlah perusahaan asuransi yang memiliki izin usaha untuk beroperasi di Indonesia per 31 Desember 2022 (data unaudited) adalah 136 perusahaan yang terdiri dari 52 perusahaan asuransi jiwa, 72 perusahaan asuransi umum, 7 reasuransi, 5 asuransi sosial dan wajib (tidak termasuk perusahaan penunjang usaha asuransi, aktuaria, dan agen asuransi). Premi/kontribusi industry asuransi 38,98% berasal dari asuransi jiwa, 16,03% berasal dari asuransi umum, dan 45% asuransi social dan wajib. Perusahaan asuransi jiwa didominasi oleh perusahaan joint venture dengan market share sebesar 69,1%. Hal tersebut berbanding terbalik dengan industri asuransi umum dimana market share sebesar 75,6% didominasi oleh perusahaan asuransi lokal. Dengan demikian, perlu memperkuat penerapan standar internasional dengan tetap mempertimbangkan karakteristik pasar Indonesia.
Skala industri asuransi syariah di Indonesia masih kecil dibanding industi asuransi konvensional. Dari data perusahaan asuransi di atas, terdapat 29 perusahaan asuransi jiwa syariah, 25 perusahaan asuransi umum syariah, dan 4 perusahaan reasuransi syariah (termasuk unit syariah). Berdasarkan data per 31 Desember 2022, premi asuransi konvensional mencapai market share sebesar 50,32%, premi asuransi sosial dan wajib sebesar 45%, dan premi asuransi syariah sebesar 4,76%. Angka tersebut menunjukkan mengindikasikan bahwa peluang pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia masih sangat besar. Selain itu, belum terdapat asuransi sosial dan asuransi wajib berdasarkan prinsip syariah. Atas hal tersebut diperlukan penguatan peran asuransi syariah di Indonesia
Pertumbuhan Industri
Industri perasuransian secara umum mengalami pertumbuhan yang baik. Hal ini tercermin antara lain dari pertumbuhan premi industri asuransi selama 5 tahun terakhir yang mencapai sebesar CAGR 1,89%. Pertumbuhan yang dicapai oleh industri asuransi tersebut di atas terjadi baik pada asuransi konvensional maupun asuransi syariah. Dalam 5 tahun terakhir, premi asuransi konvensional tumbuh sebesar 0,9%, sedangkan kontribusi atau premi asuransi syariah tumbuh sebesar 15,7 %. Namun, market share kontribusi atau premi asuransi syariah masih sangat kecil dibandingkan dengan premi industri asuransi konvensional (tidak termasuk asuransi sosial dan asuransi wajib), yakni hanya sebesar 15,51 % pada tahun 2022 atau sebesar Rp27.571.401.
Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK), tingkat inklusi asuransi Indonesia mengalami pertumbuhan dari sebesar 13,15% pada tahun 2019 menjadi sebesar 16,63% pada tahun 2022. Namun terdapat kesenjangan yang cukup besar antara tingkat inklusi asuransi dengan tingkat literasi asuransi. Berdasarkan SNLIK, tingkat literasi asuransi sebesar 19,40% pada tahun 2019 dan 31,72% pada tahun 2022.
Tingkat penetrasi dan inklusi asuransi yang masih rendah mengindikasikan peluang pertumbuhan asuransi di Indonesia masih sangat besar. Rendahnya penetrasi asuransi tersebut dapat disebabkan beberapa faktor seperti tingkat literasi asuransi yang rendah, keterbatasan jangkauan pemasaran perusahaan asuransi, ketidaksesuaian produk dan layanan asuransi dengan kebutuhan masyarakat, keterbatasan kapasitas industri asuransi untuk menanggung risiko, dan keterbatasan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan industry yang dapat diarahkan untuk meningkatkan literasi masyarakat, perluasan jangkauan pemasaran, inovasi produk yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, dan peningkatan kapasitas pelaku industry.
Lalu Bagaimana? Berdasarkan hasil survei OJK terhadap industri perasuransian tahun 2023, saluran distribusi yang paling banyak dimiliki oleh industri saat ini (dengan komposisi di atas 85%) adalah direct marketing, broker (pialang asuransi), dan keagenan. Namun demikian, sebagian besar pelaku industri perasuransian berencana untuk meningkatkan jumlah pemasaran melalui saluran e- commerce, telemarketing dan badan usaha selain bank. Sebesar 55% pelaku industry perasuransian akan menjadikan saluran digital sebagai fokus perusahaan dalam usaha pemasarannya. Beberapa pelaku industri asuransi berencana mengembangkan digitalisasi dengan cara berinvestasi dalam teknologi digital, meningkatkan fitu-fitur yang tersedia pada platform, bekerja sama dengan perusahaan digital, membuat portal pelanggan, dan hal lainnya yang dapat membantu pengembangan digitalisasi.
Perkembangan teknologi informasi memungkinkan perusahaan asuransi untuk memasarkan produk asuransi secara digital baik melalui situs website, marketplace, sosial media, dan platform lainnya. Peran teknologi tersebut dapat dimanfaatkan oleh perusahaan asuransi jiwa lokal dan pelaku industri asuransi syariah untuk meningkatkan market share di Indonesia.
Rendahnya market share asuransi syariah dapat disebabkan beberapa faktor seperti rendahnya Tingkat literasi masyarakat, terbatasnya akses masyarakat untuk membeli produk asuransi, dan keterbatasan produk asuransi yang memenuhi semua segmen. Meskipun Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim namun produk asuransi syariah belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Pelaku industri asuransi syariah dapat bekerja sama dengan produk yang terintegrasi dengan bisnis halal untuk meningkatkan akses masyarakat dan menciptakan produk asuransi syariah yang lebih dapat menjangkau banyak nasabah.
Asuransi memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari karena melindungi individu atau entitas dari risiko yang dapat menyebabkan kerugian finansial besar. Kehidupan penuh dengan ketidakpastian, dan tanpa perlindungan asuransi, kejadian tak terduga seperti kecelakaan atau penyakit serius bisa mengganggu stabilitas keuangan keluarga. Sebagai contoh, tanpa asuransi kesehatan, biaya rumah sakit yang tinggi bisa menjadi beban berat, sementara asuransi jiwa memberikan jaminan finansial bagi keluarga yang ditinggalkan. Selain itu, asuransi membantu bisnis menghadapi risiko kebakaran, pencurian, atau kerusakan, yang bisa menghancurkan usaha mereka. Dengan demikian, asuransi memberikan perlindungan yang memungkinkan individu dan perusahaan untuk mengelola risiko dengan lebih baik, menjaga kesejahteraan finansial, dan merencanakan masa depan dengan lebih aman. (*)