Generasi Muda Gencar Investasi, Fin-influencer Cari Untung?
Oleh : Fransiska Dwi Ratna Puspitasari, Mahasiswa Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
Jika melihat pada beberapa tahun kebelakang masih banyak terjadi kerugian akibat penipuan investasi dikalangan masyarakat. Berdasarkan catatan yang dikeluarkan oleh Otoritas jasa Keuangan (OJK) kerugian akibat investasi bodong yang terjadi sepanjang tahun 2022 yaitu sebanyak Rp 109,67 triliun dan merupakan kerugian investasi terbesar dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Kerugian dalam bidang investasi tidak hanya berpusat pada investasi bodong saja. Kerugian investasi bisa diakibatkan karena kurang tepatnya pemilihan tempat dalam berinvestasi yang berujung kepada semakin berkurangnya modal yang dimiliki terlebih lagi jika berinvestasi pada pasar modal. Dalam dunia pasar modal, memiliki resiko yang besar karena di dalam pasar modal terdapat berbagai pihak yang memiliki ragam latar belakang serta berpengalaman yang ikut serta didalamnya. Pihak yang dimaksud dalam hal ini ialah manajer investasi, perusahaan, pemerintah maupun swasta yang sama-sama menginginkan keuntungan dari adanya investasi di pasar modal. Oleh karena itu, perlu adanya persiapan dan pengetahuan financial sebelum terjun dalam investasi.
Namun, dengan banyak bermunculan para influencer financial yang menggelorakan investasi dikalangan masyarakat melalui sosial media yang berakibat pada meningkatnya keinginan untuk berinvestasi namun tidak diimbangi dengan pengetahuan yang mumpuni dan hanya terkesan ikut-ikutan karena euphoria semata. Influencer Financial atau yang lebih sering disebut fin-influencer merupakan salah satu aktor yang memiliki peran penting dalam penyebaran informasi financial. Kemudahan teknologi yang dimanfaatkan melalui media sosial menjadikan setiap informasi yang disampaikan oleh para fin-influencer dengan cepat tersebar luas di seluruh lapisan masyarakat. Dengan konten-konten dan cara komunikasi yang menarik seringkali menjadikan seseorang ingin melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh influencer tersebut. Banyak dari mereka, melakukan kampanye mengenai investasi ataupun trading saham. Konten yang dibuat pun banyak menunjukkan pencapaian yang sudah didapat selama menekuni dunia investasi sehingga banyak menarik minat masyarakat khususnya generasi milenial yang merupakan pengguna terbanyak sosial media. Mengutip dari laman Indonesianbaik.id 93,5% pengguna sosial media merupakan generasi milenial dengan rentang usia 20 hingga 29 tahun. Namun, apakah fin-influencer tersebut benar memiliki pengalaman serta pengetahuan yang mumpuni dalam dunia investasi ataupun trading saham?
Semangat generasi muda dalam berinvestasi dibuktikan dengan adanya berita pers yang dirilis oleh PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) selaku Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) pada Pasar Modal Indonesia yang mengemukakan bahwa pada semester awal tahun 2022, tercatat sebanyak 4.002.289 Single Investor Identification (SID) telah terdaftar dengan persentase individu yang berasal dari dalam negeri mencapai 99,79%. Dengan jumlah tersebut tercatat sebanyak 81,64% diantaranya merupakan generasi milenial dengan rentang usia dibawah 40 tahun.
Sayangnya, semangat tersebut tidak berbarengan dengan literasi keuangan yang dimiliki oleh para generasi milenial. Hal tersebut dikarenakan masih banyaknya kasus kerugian yang dialami oleh investor muda. Terlebih lagi mencuatnya beberapa fin-influencer yang terjerat kasus penipuan dengan memanfaatkan followersnya untuk menguntungkan pihak dari fin-influencer. Salah Satu kasus yang pernah viral yaitu kasus CEO Jouska. Dilansir melalui CNN Indonesia dari kasus tersebut merugikan sebanyak 41 orang dengan kerugian sebesar Rp 18 miliar. Jouska sendiri merupakan suatu perusahaan investasi serta penasihat keuangan dengan nama PT Jouska Financial Indonesia. Dengan menggunakan akun Instagram, jouska sering memberikan cara dalam melakukan pengelolaan keuangan dengan baik. Namun, hal tersebut dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab dengan memanfaatkan kepercayaan dari para nasabahnya untuk membeli suatu saham tertentu dimana saham dari perusahaan tersebut anjlok hingga 70%.
Selain kasus penipuan, banyak terdapat kasus fin-influencer yang hanya aji mumpung memanfaatkan momentum yang ada untuk melakukan suatu ajakan membeli saham untuk menguntungkan dirinya sendiri, membuka kelas belajar saham yang kemudian tidak dijalankan dengan semaksimal mungkin, atau hanya untuk ajang “pamer” dan mendapatkan popularitas semata.
Kasus di atas sebenarnya merupakan sebagian kecil dari para fin-influencer yang tidak bertanggung jawab. Masih banyak fin-influencer berkualitas yang dapat dimanfaatkan sebagai media dalam belajar saham. Oleh karena itu, pemilihan fin-influencer haruslah benar-benar diseleksi dengan baik dan tidak hanya sekedar ikut-ikutan. Guna menghindari kejadian serupa di kemudian hari, perlu adanya sinergi dari berbagai pihak termasuk pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Jika melihat kebijakan dari negara lain, terdapat aturan yang tegas membahas mengenai fin-influencer. Dimana fin-influencer tidak hanya sekedar orang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain dibidang keuangan dengan memiliki banyak followers saja tetapi fin-influencer haruslah orang yang memang mengerti mengenai keuangan. Negara yang mengatur mengenai fin-influencer dengan tegas salah satunya yaitu Australia, negara tersebut menetapkan aturan bahwa fin-influencer haruslah mereka yang memiliki lisensi jasa keuangan. Komisi Sekuritas dan Investasi Australia (ASIC) menetapkan denda sebesar AU$1 juta atau kurangan penjara bagi fin-influencer yang berbagi tips keuangan tanpa memiliki lisensi yang jelas. Hal tersebut dilakukan guna menghindari hal yang tidak diinginkan muncul di kemudian hari.
Selain dari sisi pemerintah, pada tiap tingkat individu juga harus cermat dalam memilih fin-influencer sebagai referensi dalam belajar mengenai financial. Setidaknya para pelaku investasi haruslah mengerti mengenai dasar membaca laporan keuangan perusahaan dan bagaimana pasar modal itu bekerja sehingga nantinya tetap dapat memutuskan keputusan investasi dengan rasional mengenai informasi yang telah didapat dari fin-influencer. (*) tulisan artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas perkulihan.