Gaji Rp 24 Juta, Penguasaan Bahasa Kunci Eksistensi Diri
SUMBERSARI-Tiga calon magang kerja perawat professional Jepang, Fikes UMM insyaAllah berangkat pada 6 November 2019, mengaku sudah siap secara mental, modal, dan spiritual. Ketiganya optimis bahwa magang kerja yang akan dijalaninya akan membawa keberkahan sekaligus pengalaman kerja yang bisa digunakan sebagai bekal menjadi professional kerja jika kembali ke Indonesia. “Kami sudah siap berangkat dengan keahlian dan bekal bahasa yang sudah mahir level N3,” ujar Mustika Deni Pradana, S.Kep, salah satu peserta magang kerja perawat professional.
Menurut Deni, tahapan lolos tes magang kerja perawat professional ke Jepang ini, adalah penguasaan bahasa Jepang level N3, kemudian lolos tes pihak lembaga langsung dari Jepang. Saat tes tersebut ada tes tulis dan tes wawancara.

Materi tes wawancaranya, lanjut Deni, seperti tujuan kerja ke Jepang, bagaimana komitmen magang kerja, penguji wawancara bukan hanya dari satu rumah sakit Jepang. Wawancara dengan pihak rumah sakit Jepang melalui skype. Dari hasil wawancara tersebut, maka pihak DMI mengumumkan siapa saja yang lolos tes, termasuk ditempatkan di rumah sakit mana saja, dan sebagai asisten perawat.

Berapa gajinya? Deni menyebutkan sekitar Rp 24 juta. Gaji ini belum termasuk sewa apartemen, biaya hidup, dan tagihan operasional lain. Total gaji bersih sekitar Rp 17,5 juta.
Di tempat yang sama, salah satu peserta magang kerja ke Jepang, Ekti Demi Pangastuti, S.Kep, mengaku siap mental untuk menghadapi segala keadaan yang terjadi. Sebagai bekal skill yang paling utama adalah bahasa Jepang, terus dikuatkan penguasaannya. “Kalau saya kuncinya pada bahasa,” aku perempuan asal Yogjakarta ini.
Ika wahyu Purwaningsih, S.Kep, peserta lainnya mengaku persiapan mental dan fisik sebab iklim di Jepang berbeda dengan di Indonesia. Pola makan juga diatur agar bisa beradaptasi dengan musim dan lingkungan. Itu sebabnya, paling penting adalah penguasaan bahasa, meskipun sebagai perawat komunikasi dengan warga negara lain. Itu sebabnya, bahasa Jepang harus dikuasai secara mahir. (foto/pewarta: doni osmon)