Ekonomi Indonesia 2023 Mengalami Resesi?
Oleh: Abdurrahman, mahasiswa jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang
Kita sudah meninggalkan tahun 2022 yang dimana di tahun tersebut terjadi banyak sekali kejadian-kejadian fenomenal yang dapat mengguncang ekonomi dunia seperti perang Rusia-Ukraina dan penguncian Covid-19 di China. Lalu, bagaimana dengan tahun 2023? Apakah ekonomi dunia akan melalui masalah yang lebih berat? Bapak presiden Republik Indonesia Joko Widodo, sering menegaskan dan berulang kali soal ekonomi gelap di tahun 2023. Tapi gelapnya bagaimana dan siapa yang merasakan gelap itu kita akan bahas di artikel ini.
Di eropa sedang memasuki musim dingin pada bulan oktober, kebutuhan eropa atas gas itu meningkat sedangkan Rusia itu membatasi pasokan gasnya, apalagi ke Jerman. Jerman itu salah satu ekonomi utama di eropa, jika ini terjadi terus menerus maka manufaktur dari Jerman akan bisa rubuh, dan semuanya bisa terkena imbasnya. Maka dari itu kita tidak bisa untuk menyebut ekonomi tahun depan itu sangat besar kemungkinanya untuk melambat jika kita berbicara cakupannya ekonomi global dan internasional, karena beberapa faktor pandemi, logistic, supply chain, perang rusia-ukraina, dan dampak ytang paling parah jelas eropa. Kondisi di Amerika juga sekarang pengangguran semakin meningkat, mereka butuh kebijakan kontraktif kalau dalam ekonomi baik moneter maupun fiskalnya untuk mengembalikan situasi kembali normal. Jadi poin pertama yang harus dipahami tentang ekonomi dunia memang melambat di tahun 2023 sangat besar kemungkinan itu terjadi. Apakah pelambatan ekonomi global di tahun 2023 ini berdampak bagi Indonesia?
Pelambatan ekonomi global di tahun ini pasti akan berpengaruh bagi negara Indonesia. Tetapi yang harus di telaah adalah seberapa besar pengaruh itu. Apakah Indonesia akan jatuh kepada resesi? Pertama kita harus paham dulu definisi resesi itu sendiri sebelum kita menilai apakah Indonesia di tahun ini mengalami resesi. Resesi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keadaan dimana perputaran ekonomi suatu negara berubah menjadi lambat atau buruk.
Para ahli menyatakan resesi terjadi ketika ekonomi suatu negara mengalami peningkatan dalam jumlah pengangguran, penurunan ritel, produk domestik bruto (PDB) yang negatif, dan terdapat kontraksi pendapatan dan manufaktur untuk jangka waktu yang lama maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut. Kontraksi adalah penurunan ekonomi secara agregat. Penjelasan lebih lanjut terkait kontraksi ini adalah sebagai berikut. Pendapatan Domestic Bruto (PDB) memiliki lima komponen penyusun utama, yakni konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, ekspor dan impor. Jika diformulasikan maka seperti ini.
Ketika tidak banyak orang yang mampu membeli maka produksi berkurang (supply and demand), ketika investasi ikut menurun, ketika konsumsi pemerintah menurun, dan ekspor impor itu lesu, maka itulah yang disebut keadaan kontraksi. Sebagai contoh di kuartal 1 2021 PDB kita 100 tapi kuartal 1 2022 PDB kita hanya 95, maka keadaan ini bisa dikatakan -5% year to year. Dan jika ini terjadi lagi di kuartal kedua, secara teknis itu sudah bisa dikatakan sebagai resesi. Seberapa buruk kah resesi ini? Kita bisa mengingat kembali pada saat Indonesia terkena resesi pada tahun 2020 di bulan maret ketika pandemi sedang mewabah. Apakah itu berdampak bagi hidup kalian? Itulah resesi.
Selanjutnya kita akan berbicara pengaruh ekonomi global pada komponen penyusun PDB yang diatas tadi. Setiap negara itu sangat variatif komponen penyusun PDB nya. Semisal pada negara Korea, Jepang, Singapura itu sangat bergantung kepada ekspor impornya. Di Indonesia komponen penyusun PDB terbesar itu dikuasai oleh konsumsi rumah tangga, ekspor impor kita itu pertumbuhannya tergolong cepat tetapi memiliki nilai yang kecil. Maka dari itu ketika terjadi shock ekonomi global, negara yang bergantung kepada ekspor impor tadi itu jelas sangat berdampak. Di Indonesia, apabila terjadi ekonomi global mengalami perlambatan, maka pengaruhnya tidak akan terlalu besar kepada keadaan Indonesia sekarang dikarenakan negara kita tidak terlalu bergantung kepada ekonomi global.
Kita wajib bersyukur tinggal di Indonesia, dikarenakan ketika terjadi kelangkaan gandum kita tidak mengonsumsi gandum melainkan makanan pokok kita adalah nasi. Ketika eropa sedang berjuang masalah gas Rusia dan mencari batu bara, Indonesia batu bara berlimpah. Ketika masak kita tidak perlu menggunakan minyak biji matahari, kita bisa pakai sawit karena kita negara penghasil komoditas. Itulah kenapa IMF (International Monetary Fund) maupun Worldbank itu memproyeksikan saat negara lain mengalami perlambatan ekonomi, Indonesia maka akan tumbuh yang dimana tumbuhnya sekitar 4,6% yang mana ruang fiskal kita defisitnya dijaga 3% artinya ada penyesuaian 1,6% dari PDB (outlook worldbank).
Ketika subsidi BBM dikurangi, akan dikhawatirkan akan memebrikan dampak besar bagi perekonomian masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Tetapi pada saat ini hal tersebut masih bisa dikendalikan. Ada tremor tetapi tidak berdampak sangat besar, tidak menjatuhkan kita dalam krisis. Dan jika kita lihat dari aktivitas masyarakat seperti apa yang terlihat, konser justin bieber dengan harga tiket seharga 8 juta ternyata masih bisa sold out. Kemudian setiap konser-konser musik juga selalu sold out, yang datang bisa ratusan bahkan ribuan orang. Lalu industri perfilman, tahun 2022 banyak film yang memecahkan rekor dengan penonton terbanyak. Dunia game seperti Steam juga menunjukan data bahwa masyarakat Indonesia daya belinya cukup besar.
Dari segi penerbangan, tiket pesawat pada saat ini yang kita ketahui begitu mahal, tetapi walaupun mahal yang menggunakan pesawat terbang juga masih relatif tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa daya beli masyarakat Indonesia pada saat ini sangatlah tinggi. Kalaupun kondisinya akan berat dan seburuk itu, pasti kita akan bisa merasakan itu, namun faktanya daya beli masyarakat masih terjaga. Seperti yang dikatakan tadi dampaknya pasti ada di Indonesia ketika ekonomi global mengalami perlambatan, dan yang merasakan dampak paling besar itu adalah perusahaan-perusahaan valuasi, yang dimana perusahaan jenis ini tidaklah mengejar profit melainkan mengejar valuasi, setelah valuasinya tinggi maka strategi exit plan pun akan pergi. Ini adalah jenis-jenis perusahaan yang terkena dampak paling besar dikarenakan mereka harus membakar uang untuk menaikan valuasi, dan uang yang dibakar tersebut memerlukan investor.
Ketika ekonomi mengalami perlambatan, tingkat investasi orang pun juga akan semakin menurun. Ketika itu terjadi, makin susah untuk mencari “investor malaikat” (investor yang baik hati), ketika tidak ada lagi uang yang dibakar, mau tidak mau mereka harus mengurangi beban artinya ketika mengurangi beban salah satu cara yang dilakukan adalah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi pegawai-pegawai yang bekerja disana.
Pada perusahaan konservatif yang dimana tujuannya ialah mencari keuntungan dari transaksi yang dilakukan mungkin bisa lebih settle atau menetap. Apalagi perushaan UMKM yang barangnya, modalnya itu semuanya lokal ditambah lagi dengan pendanaan pribadi maka akan memiliki ketahanan yang lebih baik dibandingkan perusahaan valuasi tadi. Kemudian hal yang berdampak lainnya ialah masyarakat yang berada di garis kemiskinan dan juga perushaan yang bergantung kepada ekspor impor dikarenakan mau tidak mau harus mengikuti perekonomian global. Ketika supply bergerak kemana demandnya bergerak kemana maka itu akan berpengaruh kepada bisnis yang mereka jalani. Dan beberapa pihak lain yang bergantung kepada dinamika perekonomian global. Itulah pihak yang akan terkena dampak kepada perlambatan ekonomi global.
(*) artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas perkuliahan.