Dampak Wabah Corona Pada Perekonomian Dunia
Oleh: Silatul Azizah, ekonomi studi pembangunan, Universitas Muhammadiyah Malang
Corona merupakan sekumpulan virus yang menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Corona memiliki gejala ringan seperti pilek, batuk dan sakit kepala ringan. Virus ini terjadi pertama kali di Wuhan, China pada Desember 2019 lalu. Virus ini menyebar secara cepat ke berbagai belahan dunia, bahkan Indonesia. Di Indonesia sendiri, terdapat 1.528 kasus. Diantaranya 1.311 dirawat, 136 meninggal, dan 81 orang dinyatakan sembuh (kompas.com,31 maret 2020).
Virus corona ini memberi pengaruh terhadap ekonomi Indonesia. Himbauan social distancing, bekerja, belajar dan beribadah di rumah membuat roda perekonoian Indonesia nyaris terhenti. Hal itu terjadi karena konsumsi swasta menurun karena adanya himbauan untuk staydirumah. Indikasi turunnya konsumsi swasta juga diperlihatkan oleh anjloknya perjalanan wisata baik domestik maupun asing. Rupiah bahkan anjlok menjadi Rp.16.548,00 per 1 dollarnya.
Merujuk data yang dirilis WHO, terdapat 5 negara yang paling terampak virus corona. Diantaranya China, Italia, Iran, Korea selatan dan Prancis. Virus Corona membuat Perekonomian China Anjlok terbear sejak 1978. Perekonomian di Italia juga mengalami kontraksi sehingga ekonomi Italia melamabat. Padahal kondisi ini sudah didorong pemerintah dengan melakukan berbagai stimulus. Alasannya, stimulus yang diberikan sifatnya masih terbatas.Pieter mengatakan, respon kebijakan dari pemerintah masih dianggap belum terukur. Sehingga dampaknya belum terasa signifikan. Sebab, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah sifatnya lebih menahan perlambatan ekonomi.
Wabah virus corona atau Covid-19
membuat perekonomian dunia tertekan yang tentunya berimbas ke dalam negeri.
Bahkan, perekonomian Indonesia di tahun ini di proyeksi di bawah 5%.Bank
Indonesia (BI) dalam buku Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2019 bahkan
memproyeksi perekonomian Indonesia 2020 hanya akan mampu tumbuh disekitar
4,2-4,6%. Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan awal tahun lalu sekitar
5-5,5%.”Terbatasnya kegiatan produksi dan aktivitas ekonomi di negara yang
terdampak Covid-19, termasuk Indonesia, diakibatkan oleh terbatasnya pasokan
barang antara dari negara lain untuk keperluan produksi, dan pembatasan
aktivitas ekonomi untuk pencegahan penyebarannya,” tulis buku LPI 2019
yang dikutip, Senin (30/3/2020).Buku LPI mencatat, berdasarkan komponennya,
ekspor diperkirakan tertahan pada 2020 akibat pertumbuhan ekonomi global yang
tidak setinggi prakiraan semula. Ekspor diperkirakan terkontraksi pada kisaran
5,2-5,6% pada 2020 akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi global, penurunan
volume perdagangan, dan rendahnya harga komoditas.
Terganggunya rantai suplai global (global supply chain) akibat Covid-19 juga
diperkirakan dapat mempengaruhi ekspor Indonesia akibat tidak tersedianya bahan
antara yang diproduksi di negara lain. Kontraksi ekspor diperkirakan bersumber
dari sektor pertambangan dan penggalian, akibat permintaan komoditas ekspor
utama, terutama dari China yang menurun.Selain ekspor barang, ekspor jasa juga
diperkirakan tertahan akibat kunjungan wisata yang terkontraksi akibat
Covid-19.
Konsumsi swasta diperkirakan menurun pada 2020 dalam kisaran 4,6-5,0%. Kekhawatiran terhadap Covid-19, himbauan pemerintah untuk mengurangi mobilitas, dan penurunan keyakinan pertumbuhan ekonomi ke depan mempengaruhi pola perilaku konsumsi masyarakat. Masyarakat cenderung meningkatkan konsumsi kebutuhan pokok (basic need) dan menunda konsumsi lainnya. Konsumsi seperti pakaian, transportasi, perlengkapan rumah tangga, dan leisure diperkirakan berdampak negatif. Sementara itu, konsumsi barang kebutuhan pokok, terutama sembako, diprakirakan tetap terjaga di tengah kekhawatiran merebaknya Covid-19. Meskipun pertumbuhan sedikit tertahan, pertumbuhan konsumsi cukup resilien.Konsumsi pemerintah diperkirakan tetap tumbuh positif dengan kualitas belanja yang lebih baik di tengah penerimaan pemerintah yang diperkirakan melambat. Konsumsi pemerintah pada 2020 diperkirakan tumbuh pada kisaran 2,1-2,5%, dengan kebijakan fiskal akan lebih diarahkan untuk akselerasi daya saing melalui inovasi dan penguatan kualitas sumber daya manusia. “Terkait dengan Covid-19, program stimulus fiskal difokuskan pada tiga prioritas utama, yaitu meningkatkan daya tahan sektor-sektor yang terdampak Covid-19, menjaga daya beli masyarakat, serta memelihara keberlanjutan dunia usaha,” tulis buku tersebut.Sebagai informasi, pada pertengahan Maret 2020, Pemerintah telah mengumumkan stimulus yang secara keseluruhan diperkirakan mencapai Rp 33,3 triliun atau sekitar 0,2% dari PDB, sebagai langkah memitigasi dampak Covid-19 pada perekonomian.
Wuhan adalah salah satu pusat ekonomi di Tiongkok. Berdasarkan data, produk domestik bruto (PDB) kota ini mencapai 1,48 triliun yuan pada 2018. Jumlah itu mencapai 1,6 persen dari total PDB Tiongkok sebesar 90,03 triliun yuan. Dengan besaran PDB tersebut, Wuhan termasuk dalam 10 besar kota dengan ekonomi terbesar di Tiongkok. Seperti dikutip dari SCMP, penghentian aktivitas ekonomi dan penutupan akses, tak hanya akan melumpuhkan Wuhan. Wabah corona diperkirakan ikut berdampak terhadap ekonomi Tiongkok. Apalagi Wuhan merupakan penghubung wilayah Tiongkok bagian tengah dengan kawasan lain. Kota ini telah menjadi pusat industri otomotif dan baja di Tiongkok. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir telah berinvestasi menjadi sentra hi-tech untuk industri optik. Microsoft dan perusahaan piranti lunak Jerman SAP diketahui membangun industri di kota ini. Selain juga perusahaan otomotif, seperti Dongfeng Motor Corp, Nissan, Honda, General Motor, serta pabrikan mobil Prancis Groupe PSA. Tahun lalu, PDB Tiongkok tumbuh sebesar 6,1 persen atau yang terendah dalam 29 tahun.
Dengan merebaknya wabah corona, perekonomian Tiongkok dipastikan bakal terjerembab ke level terbawah dalam tiga dasawarsa terakhir. Apalagi jika virus yang bernama Covid-19 sampai menyebar ke luar wilayah Wuhan. Dengan situasi ini, Economist Intelligence Unit (EIU) memangkas pertumbuhan ekonomi Tiongkok menjadi 5,4 persen pada 2020. Angka ini lebih rendah dari prediksi sebelumnya sebesar 5,9 persen. Namun dampak terhadap PDB akan lebih besar jika wabah ini tak tertangani hingga Maret. Hal yang sama juga dilakukan sejumlah lembaga yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada tahun ini. Pemerintah Tiongkok pun tak membantah jika wabah corona dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi antara 0,2 – 1 persen. Hal ini disampaikan Zeng Gang, Wakil Ketua Institut untuk Keuangan dan Pembangunan Nasional, seperti dikutip dari Reuters. Perkiraan ini mengacu pada dampak wabah SARS yang terjadi pada 2003. “Dampak epidemik ini terhadap ekonomi di kuartal I, sepertinya akan sebanding (dengan SARS),” kata Zeng Gang.
Italia menjadi salah satu negara di Eropa yang paling parah dihantam virus corona. Negara ekonomi terbesar ke-8 di dunia ini dinilai akan terjun ke dalam resesi ekonomi.Italia telah memberlakukan pembatasan di ruang publik hingga 3 April mendatang. Mereka melakukan pembatasan perjalanan ke luar negeri pada 60 juta penduduk, larangan acara publik, penutupan sekolah, bioskop, museum, dan pusat kebugaran. Bahkan, Italia menetapkan batasan jam buka untuk restoran, bar, dan toko.Dikutip dari CNN, Kamis (12/3/2020), jumlah persentase penduduk yang terjangkit virus corona di Italia terhadap jumlah total keseluruhan populasi, lebih besar dua kali lipat jumlahnya dibanding China. Jumlah kasus positif corona di Italia tercatat sebanyak 9 ribu orang, dengan jumlah kematian 463 orang.Secara keseluruhan, langkah-langkah pembatasan ini mendorong ekonomi Italia melambat, terlebih lagi di kuartal IV 2019 ekonomi negeri pizza sudah mengalami kontraksi.
Ekonom senior Eropa di Capital Economics, Jack Allen-Reynolds menilai ekonomi Italia akan mengalami kontraksi tajam pada paruh pertama tahun ini. Bahkan, meskipun pembatasan dicabut pada akhir April, PDB Italia akan menurun sekitar 2%. Dampaknya pun disebut makin besar apabila pembatasan publik diperpanjang. Di sisi lain, Italia juga disebut akan mengalami gangguan rantai pasokan bahan baku.”Potensi gangguan rantai pasokan jika virus benar-benar lepas landas di Jerman, dan mitra perdagangan utama lainnya,” kata Jack.
Beberapa langkah yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi dampak dari virus Corona ini adalah menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4.75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4.00% dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5.50%. Kebijakan ini dilakukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global sehubungan dengan terjadinya Covid-19. Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik untuk menjaga agar inflasi dan stabilitas eksternal tetap terkendali serta memperkuat momentum pertumbuhan ekonomi.
Dengan ekonomi Italia sudah di ambang resesi, langkah-langkah menekan pergerakan masuk dan keluar dari Lombardy, wilayah terkaya dan paling produktif secara ekonomi yang meliputi Milan, menutup banyak ruang publik. Pemerintah Italia memerintahkan fasilitas olahraga, bar, dan restoran untuk tutup atau membatasi akses masuk, dan menjaga jarak setidaknya satu meter antara orang-orang yang datang ke tempat mereka.
Penerbangan internasional masuk dan keluar dari Bandara Malpensa, Milan, telah ditangguhkan, meningkatkan tekanan pada sektor-sektor industri, mulai manufaktur hingga pariwisata, yang telah terpukul. Serupa dengan Prancis, Conte mengatakan, Uni Eropa harus melonggarkan batas pinjaman yang ketat untuk memungkinkan lebih banyak ruang fiskal buat bermanuver. Dan, fleksibilitas aturan anggaran Uni Eropa harus digunakan “secara penuh”. Dilihat dari itu semua, dampak virus corona terhadap perekonomian dunia sangat memprihatinkan. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk menghadapi ketimpangan ekonomi ini sudah sangat baik dan diharapkan dapat membangkitkan perekonomian secara merata, khususnya Indonesia. (*)