Covid-19 Berdampak Pada Perkembangan UMKM
Penulis: Novi Lya Indriana, jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang.
Apa itu UMKM? Dalam pengertian UMKM adalah usaha perdagangan yang dikelola oleh badan usaha atau perorangan yang merujuk pada usaha ekonomi produktif sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. Selain arti UMKM, Anda juga perlu mengetahui perbedaan antara usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan, yakni sebagai berikut:
Usaha mikro: Usaha produktif milik perseorangan dan/atau badan usaha perseorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro yang diatur dalam undang-undang.
Usaha kecil : Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri dan dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil yang diatur dalam undang-undang.
Usaha menengah Usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Pada tahun 1998 UMKM sangat membantu dalam ekonomi nasional pada masanya. Ketika perusahaan besar, perbankan berjatuhan. Data yang didapat bahwa ekspor umkm kebanyakan furniture, yang berbasis bahan baku lokal. Juga hasil laut, pertanian, tambang, rempah yang meningkat sampai 350 persen.
Berdasarkan data dari badan pusat statik (bps), umkm mengalami pertumbuhan setiap tahunnya. Pada tahun 2010, jumlah seluruh umkm yang terdaftar sekitar 52,8 juta dan pada tahun 2018 meningkat menjadi 64,2 juta usaha. Serta juga umkm telah menyerap 97% dari total tenaga kerja dan 99% dari total lapangan kerja.
Menurut WHO, COVID-19 merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Pada manusia, virus ini menyebabkan infeksi pada pernafasan mulai dari flu biasa hingga lebih parah seperti MERS dan SARS. Gejala virus ini paling umum adalah batuk, demam, kelelahan dan batuk kering serta beberapa pasien mungkin mengalami sakit dan nyeri, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan atau diare. Namun beberapa pasien yang terjangkit tidak menunjukkan gejala apapun dan tak merasa tidak enak badan. Sekitar 80% orang pulih dari panyakit tanpa perawatan khusus. Menurut WHO, COVID-19 menyebar dari orang ke orang lewat tetesan kecil dari hidung atau mulut ketika seseorang batuk atau menghubungkan napas. Serta sentuhan dari tetesan tersebut kemudian bersentuh dengan hidung, mulut dan mulut.
Berbagai negeri telah menerapkan beberapa kebijakan, seperti layaknya di Indonesia. Kebijakan tersebut untuk mengatasi penyebaran virus COVID-19. Virus ini menciptakan krisis kesehatan global yang mempangaruhi dampak dari bidang lainnya. Salah satunya adalah tatanan perdagangan nasional. Indonesia sendiri memberikan kebijakannya seperti larangan keluar masuk wilayah tersebut, pengurangan aktifitas diluar ruangan dan lainnya yang membuat sadar masyarakat harus mencukupi atau kebutuhan dirumah mereka. Beberapa contoh kebijakan yang pemerintah keluarkan dan tekankan yaitu pembatasan sosial berskala besar (PSBB), perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), dan lainnya.
Menurut riset kemenkop, UMKM pada bulan April 2020 terdapat 56 persen yang melapor bahwa mereka telah mengalami penurunan pada hasil omzet penjualan, 22 persen lainnya mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan/kredit, 15 persen mengalami permasalahan dalam distribusi barang dan sisanya melaporkan kesulitan bahan baku mentah. Paling tinggi dilaporlan merupakan imbas langsung dari adanya kebijakan PSBB. Sementara itu, pada sektor pengusaha, riset kementerian komperasi dan UKM, pedagang besar dan pedagang eceran mengalami dampak pandemi Covid-19 yang paling tinggi, sebesar 40,92%, disusul dengan UMKM penyedia akomodasi, makanan minuman sebesar 26,86 persen dan yang paling kecil terdampak adalah industri pengolahan sebesar 14,25 persen.
Dari hasil riset yang ditunjukan diatas, faktor terbesar yang mempengaruhi UMKM selama masa pandemi covid-19 yaitu,
- Dampak pada omzet penjualan
Hasil riset BI melaporkan bahwa tingkat penurunan yang terjadi pada rata-rata penjualan produk UMKM adalah sebesar 50%. Dengan adanya PSBB selama masa pandemic ini UMKM menurunkan harga produk dan jasanya untuk tujuan mempertahankan usaha karena sepi dari pembeli sehingga keuntungan turun lebih dari 75 persen.
2.Dampak pada permodalan
Menurut Menteri Koperasi dan UKM pada Agustus 2020, terdapat 40 persen UMKM telah gulung tikar sebagai imbas sulit mendapatkan modal kembali akibat Pandemi Covid-19. hal ini muncul karena dipengaruhi 2 faktor yaitu, karena pemodal tidak bisa mendistribusikan produk barang atau jasa dan karena alasan mematuhi perintah PSBB.
- Dampak pada distribusi
Riset dari Kemenkop UKM melaporkan 20,01% UMKM mengaku mengalami hambatan distribusi akibat kebijakan PSBB. Dari sumber data dan fakta yang ada, UMKM harus bisa menjadi lebih kokoh lagi, agar hasil dan tidak terjadinya jatuh angka prodoksi maupun pendapatan UMKM itu sendiri. Dari sini juga kita tahu bahwa COVID-19 menjadi ancaman serta tantangan baru bagi UMKM di Indonesia kedepannya. (*)Novi Lya Indriana, jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Muhammadiyah Malang. Dosen: Luqman Dzul Hilmi, SE., MBA.