Berguru Pada Tokoh Batik Tenggeran, KKN 34 UMM Serap Ilmu Seni-Budaya Warga Lokal
KANIGARAN-Saling belajar merupakan prinsip utama dalam suatu program pengabdian KKN 34 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Desa Kanigaran, Kabupaten Probolinggo. Salah satunya dengan menimba ilmu tentang bagaimana membuat batik khas Probolinggo, yaitu Batik Tenggeran. “Kami memang belajar membatik kepada salah satu tokoh batik desa setempat. Tujuannya agar kami sebagai generasi penerus ini mempunyai bekal dalam mengembangkan budaya dan seni di masa datang,” ujar Kordes KKN 34 UMM, Luthfi Hidayat, kemarin.
Siapa guru batiknya? Luthfi-nama panggilan Luthfi Hidayat-menjelaskan guru batik Tenggeran dimaksud adalah Bapak Sawali, seorang pengerajin batik Tenggeran asal Desa Kanigaran. Ketika berada di lokasi produksi batik tersebut, anggota KKN 34 UMM mendapatkan banyak pengalaman baru tentang tata cara membatik, serta bagaimana membuat batik Tenggeran yang mempunyai nilai seni serta daya jual tinggi.

Luthfi lantas menceritakan tentang batik tenggeran seperti yang dijelaskan Bapak Sawali kepada anggota KKN 34 UMM. Yaitu batik Tenggeran sebenarnya juga sering disebut sebagai batik manggur kepanjangan dari manga dan anggur. Sementara mangga dan anggur merupakan ikon wilayah Probolinggo.
Diungkapkan Luthfi, batik Tenggeran merupakan batik tulis yang mempunyai banyak motif. Mahasiswa KKN 34 UMM juga ditunjukkan tentang bagaimana menggunakan pewarna tekstil atau pewarna alami sesuai dengan pesanan. Sebagian besar warna batik Tenggeran adalah warna corak buah manga dan anggur.

Bukan itu saja, kata Luthfi, batik Tenggeran juga mempunyai motif-motif lain seperti motif gunung Bromo dan cerita rakyat tengger. “Kami sangat apresiasi dengan para seniman batik di desa ini. Sebab membuat batik sepenuh hati dan mengandung filosofi yang tinggi,” pungkasnya.
Di tempat berbeda, Dosen pembimbing Lapang (DPL) KKN 34 UMM, Amir Syarifudin, MM, apa yang dilakukan mahasiswa KKN 34 UMM merupakan latihan untuk mengasah kepekaan jiwa wirausaha. Sehingga apa yang didapat di kampus tentang teori pemasaran bisa diterapkan atau dikomperasi dengan realitas lapangan. Jika kedua hal ini dipadukan mahasiswa bisa melihat peluang pasar, dengan memproduksi batik sendiri, atau sebagai reseller batik maupun suatu produk lain. Termasuk belajar bagaimana mempertahankan seni dan budaya suatu daerah, di tengah arus globalisasi ini. (foto/kontributor: divisi humas pdd kkn 34 umm muhamad hermawan)