Benarkah Social Distancing Efektif Atasi Penyebaran Corona?
oleh: Dinda Okta Mevia Fajrina, mahasiswi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,Universitas Muhammadiyah Malang
SALAH satu kebijakan publik yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi untuk menangani wabah pandemi Corona yakni social distancing, atau berinteraksi dengan pemberian jarak antara satu sama lain serta alokasi diam di rumah serta tidak membuat kerumunan interaksi sosial untuk sementara waktu. Bahwa per tanggal 30 Maret 2020, diketahui bahwa angka peningkatan pasien telah mencapai 129 pasien baru yang menjadikan total jumlah PDP (Pasien Dengan Pengawasan) berada pada angka mendekati 1500 orang, sedangkan baru 75 pasien yan dinyatakan sembuh secara total. Sehingga hal demikian yang menjadikan pemerintah Indonesia untuk mengambil tindakan social distancing.
Social distancing yang ideal dilakukan yakni dengan jaga jarak terhadap orang lain sejauh 6 kaki (2 meter), melakukan skema bekerja dari rumah, membatalkan konferensi maupun rapat besar, mengurangi intensitas interaksi antara satu individu kepada individu lainnya. Social distancing menjadi salah satu alternatif kebijakan yang lebih dapat menekan biaya di antara kebijakan-kebijakan lainnya. Apabila ditelaah, solusi kebijakan lainnya dari pemerintah terkait untuk tidak me-lockdown sejumlah kota maupun aktivitas dan kegiatan masyarakat secara total yakni dikarenakan hal demikian akan berimbas kepada kebijakan pemerintah selanjutnya dalam pemberian subsidi untuk menunjang kehidupan dari para masyarakat hingga wabah Corona dinyatakan tidak memiliki kasus baru. Sedangkan salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat, contohnya kredit mikro serta urusan terkait lembaga keuangan, masih terus berjalan sehingga membuat para masyarakat merasa memiliki tanggung jawab pembayaran tepat waktu di tengah-tengah suasana ekonomi yang kian redup. Hal tersebut yang menjadikan pemerintah untuk memikirkan program yang masih dapat dinyatakan aman untuk tidak turut memberikan subsidi penghidupan bagi masyarakat dengan langkah memilih kebijakan social distancing daripada lockdown secara total yang dapat mempengaruhi kemampuan masyarakat dalam membayar kredit yang memicu macetnya tunggakan. Karena pada dasarnya, pemberian subsidi oleh pemerintah kepada masyarakat hanya akan membuat pemerintah tekor di akhir, sedangkan masyarakat sendiri mengetahui bahwa di tengah-tengah perekonomian yang lesu, pemerintah seharusnya melakukan penghematan dini hingga wabah ini diketahui mereda.
Adanya pemberlakuan social distancing di tengah-tengah masyarakat sendiri cukup membantu meminimalisir timbulnya kasus baru yang membutuhkan deteksi dengan waktu yang lama mengetahui masa inkubasi dari Corona yakni dapat berkisar hingga 14 hari. Masyarakat yang mematuhi himbauan social distancing, disinyalir dapat memutus rantai pandemi Corona secara perlahan-lahan. Meskipun masih timbul antara pro dan kontra terkait efektivitas dan efisiensi dari social distancing sendiri, namun pemerintah sepakat untuk menjadikan social distancing sebagai gagasan utama himbauan kepada ruang publik. Argumen kontra dari kebijakan social distancing dengan berkurangnya intensitas masyarakat yang melakukan ‘nongkrong’ di cafe-cafe, tentu dapat membuat para UMKM merasa harus mau tidak mau dirugikan oleh sepinya pelanggan. Namun gagasan pro terhadap kebijakan social distancing ini sendiri yakni terkait harapan pemerintah Indonesia bahwa untuk dua hingga tiga pekan ke depan, jumlah pasien baru yang terdeteksi positif Corona dapat berkurang.
Mengetahui hal tersebut, intensitas interaksi di antara masyarakat merupakan media yang berperan aktif untuk penyebaran virus Corona yang dapat mengontaminasi lewat duplet yang ditularkan melalui port entrymata, hidung, hingga mulut. Apabila para individu tidak menggunakan pembatas seperti masker, maka penyebaran virus Corona sendiri tidak akan terkendali. Meskipun social distancing merupakan kebijakan yang sangat praktis dan mudah dilakukan, namun masyarakat tentunya banyak yang merasa bahwa kegiatan komunikasi mereka telah terganggu dengan adanya wabah pandemi Corona ini. Sehingga untuk menyiasati kekurangan dan kelemahan dari social distancing, masyarakat dapat memanfaatkan peranan teknologi seperti smartphone dengan layanan video call, voice call, dll. Bahkan teknologi tersebut juga turut menjadi media utama beberapa perusahaan yang melakukan social distancing dengan cara agenda Work From Home (WFH).
Sehingga kesimpulan dari artikel opini ini yaitu, kolaborasi antara tindakan social distancing dengan teknologi dalam segala aspek kehidupan seperti bekerja, dan bersosialisasi, merupakan kesatuan yang dapat memulihkan kualitas komunikasi antara masyarakat, serta instrumen yang dapat membantu pemerintah untuk menekan biaya anggaran terkait kebijakan dalam mengurangi timbulnya angka penderita Corona baru di Indonesia. (*)